Minggu, 05 Agustus 2007

referensi teologi 5

IMAM MAHDI: CAHAYA PETUNJUK TERAKHIR

Tidak ada keraguan bahwa Quran adalah kitab Allah dan seluruh umat Islam di dunia diminta untuk menerima ajaran dan perintahnya. Ketika seseorang membuka Quran dan melihat selintas pada ayat-ayatnya, ia akan menemukan sesuatu yang nampaknya merupakan bentangan masa depan yang luar biasa, menakjubkan dan menggembirakan serta akhir dari alam semesta ini.

Quran menunjukkan bahwa tujuan utama misi rasul agama Islam adalah memenangkan agama Islam atas agama-agama lain di dunia ini dan suatu hari cita-cita ini akhirnya akan tercapai.

Dialah yang telah mengutus rasul-Nya (Muhammad) dengan petunjuk dan agama kebenaran, untuk memenangkan agama-Nya atas agama-agama lain, meskipun kaum musyrikin tidak menyukainya.” (QS. at-Taubah:33).

Kitab suci yang dibawa Rasulullah terakhir berisi kabar gembira bahwa kekuasaan di muka bumi ini pada akhirnya akan dipegang oleh hamba-hamba Allah yang saleh dan taat.

Sesungguhnya muka bumi ini kepunyaan Allah. Ia mewariskan kepada orang-orang yang Ia sukai, dan akhir yang baik diperuntukkan bagi orang-orang beriman..” (QS. al-A`raf:128).

Sesungguhnya Kami tulis dalam Zabur sesudah Kitab Pemberi Peringatan bahwa sesungguhnya hamba-hamba-Ku yang saleh akan mewarisi muka bumi ini.” (QS. al-Anbiya:105).

Dunia yang akan dipenuhi kerusakan, kehancuran dan kebodohan, seperti tubuh tanpa nyawa, akan dibangkitkan dengan cahaya terang keadilan sebagaimana yang ditunjukkan dalam kitab-Nya:

Ketahuilah Allah menghidupkan alam semesta setelah kematiannya. (QS. al-Hadid : 17)

Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang di antara kamu yang beriman dan beramal saleh bahwa Ia akan menjadikan mereka khalifah di muka bumi ini sebagaimana Ia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka mewarisi yang lain dan Ia akan menegakkan bagi mereka agama Yang telah Ia ridhai dan menggantikan rasa takut mereka agar mereka menyembah-Ku dan tidak menyekutukan-Ku. (QS. an-Nur : 55)

Mereka berniat memadamkan cahaya Allah dengan mulut-mulut mereka tetapi Allah hendak menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir tidak menyukainya. (QS. ash-Shaff : 8)

Dan Kami hendak memperlihatkan kebaikan kepada orang-orang yang tertindas di muka bumi ini untuk menjadikan mereka tanda dan pewaris. (QS. al-Qashash : 5)

Itu hanyalah beberapa contoh kecil berita berita gembira yang disebutkan dalam Quran. Dengan mempelajari hal ini dan tanda-tanda sama yang lainnya, disimpulkan bahwa pesan-pesan Islam akan sempurna apabila cita-cita suci ini tercapai. Seluruh tujuan-tujuan khayal dan buatan akan hancur dan agama Islam, agama yang benar dan satu, akan menjadi agama semua orang yang berada di timur dan di barat dunia ini. Ketidakadilan, penindasan, diskriminasi akan musnah dan keadilan dan persamaan yang merupakan hukum penciptaan dunia akan ditegakkan di semua tempat. Kerajaan khalifah yang diangkat Allah akan menampakkan dirinya di setiap penjuru dunia. Cahaya petunjuk Allah akan bersinar dan muka bumi ini akan menjadi milik orang-orang yang beriman. Benarlah, Quran memberi berita gembira. Hari yang sangat dinanti-nanti secara antusias oleh seluruh umat muslim di dunia akan tiba.

Selain Quran, ucapan Nabi Muhammad saw merupakan harta karun ajaran Islam yang paling berharga. Di lautan mutiara hadis Islam, berita gembira mengenai Kerajaan yang Adil dapat dilihat yang memuat tentang 'Revolusi Ilahi' dan 'Pemimpin yang ditunjuk Allah', yang akan memenuhi cita-cita suci ini.

Dalam hadis yang disepakati semua kaum muslimin, Nabi Muhammad berkata, “Meskipun masa keberadaan dunia ini telah habis dan hanya tersisa satu hari sebelum Hari Kiamat tiba, Allah akan memperpanjang hari itu hingga waktu tertentu untuk menegakkan kerajaan orang yang berasal dari Ahlulbaitku yang akan dinamai dengan namaku. Ia akan mengisi dunia ini dengan kedamaian dan keadilan sebagaimana dunia ini akan dipenuhi ketidakadilan dan penindasan setelahnya.”

Hadis berharga di atas menunjukkan bahwa janji-janji Allah yang sangat berharga akan dipenuhi, secepatnya atau dalam waktu yang akan datang, dengan suatu cara atau cara lain, sebagaimana juga disebutkan oleh sebagian besar sumber hadis Sunni dan Syi`ah.

Pada pembahasan kenabian dan imamah (kepemimpinan) dibahas bahwa sebagai konsekwensi dari aturan petunjuk umum yang mengatur semua penciptaan, manusia memang perlu dikaruniai kekuatan menerima wahyu melalui kenabian yang akan membawanya kepada kesempurnaan norma-norma manusia dan kesejahteraan umat manusia. Tentu saja, apabila kesempurnaan dan kebahagiaan ini mustahil bagi manusia, fakta bahwa ia dikaruniai kekuatan akan sia-sia dan tidak mempunyai makna. Tetapi dalam penciptaan tidak ada kesia-siaan.

Dengan kata lain, sejak mendiami bumi, manusia memiliki keinginan untuk menjalani kehidupan sosial yang dipenuhi kebahagiaan dalam makna sebenarnya dan telah didorong untuk berusaha mencapai tujuan ini. Apabila keinginan tersebut tidak memiliki eksistensi objektif, keinginan itu tidak akan tertulis dalam fitrah manusia, sama halnya dengan apabila tidak ada makanan berarti tidak akan ada arti dari rasa lapar (karena rasa lapar dipahami apabila seseorang membandingkan orang yang telah makan dan yang belum makan), dan apabila tidak ada air tidak akan ada rasa haus dan apabila tidak ada reproduksi tidak akan ada ketertarikan seksual di antara lawan jenis.

Oleh karena itu, dengan alasan kebutuhan dan tujuan yang paling dalam, masa depan akan menampakkan suatu hari ketika masyarakat manusia akan dipenuhi keadilan, semua orang akan hidup dalam ketenangan dan kedamaian, dan umat manusia akan dipenuhi kebaikan dan kesempurnaan. Penegakan kondisi seperti itu akan terjadi melalui tangan manusia tetapi dengan pertolongan ilahi. Dan pemimpin masyarakat seperti itu diberi nama dengan bahasa hadis-hadis, yaitu Mahdi (Orang yang diberi petunjuk).

Pada agama-agama berbeda yang memerintah dunia, seperti Hindu, Budha, Zoroaster, Yahudi, Nasrani, dan Islam, terdapat keterangan tentang seseorang yang akan datang sebagai juru selamat manusia. Agama-agama ini telah memberitakan kabar gembira tentang kedatangannya, meskipun tentunya, ada perbedaan kecil pada hal-hal yang kecil yang dapat dipahami apabila ajaran ini dibandingkan dengan teliti.

Bagaimanapun, satu hal yang sama dari semua ajaran ini adalah bahwa seorang manusia akan datang untuk menegakkan kedamaian dan ketenangan di seluruh muka bumi. Setiap agama memiliki keyakinan yang berbeda-beda dalam hal ini. Akan tetapi, hal paling kecil yang harus dilakukan manusia (apa pun agamanya), adalah mengakui semua yang secara umum ada dalam ajaran itu. Hal ini untuk membuktikan pentingnya keyakinan tentang kedatangannya. Dengan demikian, penyelamat yang diharapkan datang pada akhir masa diwujudkan dalam diri seseorang karena dasar keyakinan seperti itu ditegakkan oleh semua agama. Keyakinan agama-agama yang berbeda dapat diterima berdasarkan kecenderungan-kecenderungannya, dan kemudian disangkal. Fakta yang tersisa adalah bahwa ajaran agama-agama sebelumnya telah mengalami proses perubahan yang sangat lama, dan hanya agama Islam yang dijamin keberlangsungannya. Dengan demikian, kita harus menerima keyakinan bahwa hadis-hadis Nabi Muhammad saw telah menawarkan kepada kita mengenai seseorang yang akan datang dengan nama Imam Mahdi. Dan tentunya, Nabi Isa akan muncul sebagai salah satu pengikut Imam Mahdi, berdasarkan hadis Nabi.

Ada banyak hadis yang disebutkan dalam sumber-sumber hadis Sunni dan Syi`ah tentang kedatangan Imam Mahdi. Contohnya, ia adalah keturunan Nabi Muhammad saw dan kedatangannya akan membuat masyarakat manusia mencapai kesempurnaan sesungguhnya dan perwujudan kehidupan spiritual. Selain itu, ada banyak hadis lain yang menyatakan bahwa Imam Mahdi adalah putra Imam kesebelas, Hasan Askari, dan bahwa setelah dilahirkan dan mengalami kegaiban (ada di tengah-tengah manusia tetapi ia tidak dapat dikenali), Imam Mahdi akan datang lagi, mengisi dunia dengan keadilan sebagaimana sebelumnya di mana dunia ini telah dirusak oleh ketidakadilan dan penindasan.

Dalam sebuah hadis, Nabi Muhammad saw berkata kepada Ali bin Abi Thalib, “Sepeninggalku akan ada dua belas pemimpin. Yang pertama adalah engkau, wahai Ali, dan yang terakhir adalah 'pembimbing' (al-Qaim) yang dengan karunia Allah akan memperoleh kemenangan di seluruh dunia timur dan barat.”

Ali Ridha bin Musa Kazhim (Imam kedelapan) berkata dalam sebuah hadis, “Imam setelahku adalah putraku, Muhammad, dan setelahnya adalah putranya, Ali, dan setelahnya adalah putranya, Hasan, dan setelah Hasan adalah putranya, Hujjatul Qaim (bukti Allah yang akan muncul) dan ditunggu-tunggu selama masa gaibnya serta ditaati selama masa kehadirannya. Meskipun masa keberadaan dunia ini telah habis dan hanya tersisa satu hari sebelum Hari Kiamat tiba, Allah akan memperpanjang hari itu hingga ia muncul dan mengisi dunia ini dengan keadilan sebagaimana sebelumnya dunia ini telah dipenuhi oleh ketidakadilan. Tetapi, kapan? Mengenai berita kedatangannya (waktu kemunculannya), ayahku sering berkata kepadaku yang ia dengar dari nenek moyangnya yang mendengarnya dari Ali as bahwa pertanyaan itu ditanyakan kepada Nabi Muhammad, 'Wahai Nabi, kapankah, pemberi petunjuk (al-Qaim) yang berasal dari keluargamya itu akan datang?' Ia berkata, “Pertanyaan seperti itu sama dengan pertanyaan kapan hari kiamat akan tiba.”

Hanya Allah yang mengetahuinya dan Ia akan memunculkannya pada waktu yang tepat. Hal ini sangat berat bagi bumi dan langit. Tidak datang kepada kalian kecuali orang-orang yang mengetahui. (QS. al-Araf :187)

Musa Baghdadi berkata, “Aku mendengar Hasan Askari bin Ali Hadi (Imam ke sebelas) berkata, “Aku melihat bahwa perbedaan akan muncul diantara kalian sepeninggalku tentang pemimpin setelahku. Barangsiapa yang menerima para imam setelah Rasulullah tetapi menyangkal putraku, ia seumpama orang yang menerima semua nabi tetapi menyangkal kenabian Muhammad, Rasulullah, karena menaati pemimpin terakhir yang berasal dari keluarga kami sama dengan menaati pemimpin pertama dari keluarga kami, dan menyangkal pemimpin yang pertama berarti menyangkal pemimpin yang terakhir dari keluarga kami. Tetapi, berhati-hatilah! Sesungguhnya putraku dalam keadaan gaib ketika semua orang terjatuh dalam kebimbangan kecuali orang-orang yang dilindungi Allah.

Ada ratusan hadis nabi mengenai Imam Mahdi as yang telah dicatat dalam koleksi hadis Sunni dan Syi`ah. Sebagian besar ulama dari semua mazhab pemikiran Islam masing-masing memiliki kitab-kitab kumpulan hadis mengenai Imam Mahdi, Imam akhir zaman. Jumlah kitabnya mencapai sepuluh jilid. (Mengenai keterangan hal ini, lihatlah artikel selanjutnya.) Dengan demikian, meyakini Imam Mahdi tidak hanya khusus bagi kaum Syi`ah. Para ulama Sunni juga meyakininya meskipun mereka tidak memiliki informasi yang banyak tentangnya sebagaimana yang dimiliki kaum Syi`ah.

Dokumentasi Kaum Sunni Mengenai Imam Mahdi as

Mengenai saudara-saudara kaum Sunni, ada enam koleksi hadis utama berdasarkan standar kaum Sunni yang membuktikan kesahihan sebuah hadis. Kitab-kitab tersebut di antaranya, Shahih al-Bukhari, Shahih Muslim, Shahih at-Turmudzi, Sunan Ibnu Majah, Sunan Abu Daud, dan Shahih an-Nasa`i. Kami hanya akan mengutip beberapa hadis dari enam kitab tersebut untuk membuktikan bahwa seorang saudara Sunni yang berpengetahuan luas tidak dapat menyangkal bahwa: 1) Mahdi as akan datang pada akhir zaman untuk menegakkan pemerintahan seluruh dunia, 2) Mahdi as berasal dari Ahlulbait Nabi Muhammad saw; 3) Mahdi as berasal dari keturunan Fathimah as, putri Nabi Muhammad saw, 4) Mahdi as tidak sama dengan Nabi Isa, 5) Nabi Isa as akan muncul sebagai salah satu pengikut Imam Mahdi dan shalat di belakangnya dalam suatu shalat berjamaah.

Fakta lain yang tidak dapat disangkal adalah bahwa banyak ulama Sunni terkemuka telah menulis kitab demi kitab secara khusus tentang Imam Mahdi as. Berikut ini hanyalah beberapa hadis mengenai Imam Mahdi yang diakui kaum Sunni sebagai hadis yang Shahih.

Meskipun masa keberadaan dunia ini telah habis dan hanya tersisa satu hari sebelum Hari Kiamat tiba, Allah akan memperpanjang hari itu hingga waktu tertentu untuk menegakkan kerajaan orang yang berasal dari Ahlulbaitku yang akan dinamai dengan namaku. Ia akan mengisi dunia ini dengan kedamaian dan keadilan sebagaimana dunia ini akan dipenuhi ketidakadilan dan penindasan setelahnya.1

Nabi Muhammad saw juga bersabda, “Mahdi adalah salah satu dari kami, anggota keluarga kami (Ahlulbait).”2

Dari hadis-hadis di atas, jelaslah bahwa Imam Mahdi as berasal dari Ahlulbait Nabi Muhammad, dan ia bukanlah Nabi Isa as. Dengan demikian, Mahdi dan Almasih adalah dua kepribadian yang berbeda tetapi mereka datang pada saat yang sama, Mahdi sebagai Imam dan Nabi Isa sebagai pengikutnya. Hadis berikut ini dengan jelas menyebutkan bahwa Imam Mahdi merupakan salah satu keturunan putri Nabi Muhammad saw. Nabi Muhammad bersabda, “Mahdi berasal dari keluargaku, dari keturunan Fathimah (putri nabi).”3

Selain itu, Nabi Muhammad saw bersabda, “Kami putra putri Abdul Muththalib adalah penghulu para penghuni surga, aku, Hamzah, Ali, Ja`far bin Abi Thalib, Hasan, Husain, dan Mahdi.”4

Nabi Muhammad berkata, “Mahdi akan muncul di tengah-tengah umatku. Ia akan hidup selama tujuh atau sembilan tahun. Pada saat itu, umatku akan mendapatkan kebaikan yang melimpah ruah yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Umatku akan mendapatkan makanan yang sangat banyak, sehingga tidak perlu menyimpan apa pun, kemudian harta yang melimpah, sehingga apabila seseorang meminta kepada Mahdi sedikit dari harta itu, ia akan berkata, 'Ini, ambillah!'”5

Nabi Muhammad saw bersabda, “Kami (Aku dan keluargaku) adalah keluarga yang telah Allah jadikan bagi mereka kehidupan akhirat lebih utama daripada kehidupan dunia. Anggota keluargaku akan mengalami penderitaan yang sangat hebat dan mengalami pengusiran secara paksa dari kampung halaman mereka setelah aku tiada. Kemudian akan datang orang-orang dari Timur sambil membawa bendera-bendera hitam. Mereka akan meminta agar kebaikan diberikan kepada mereka, tetapi mereka akan ditolak. Karena itu, mereka akan berperang dan mendapat kemenangan. Mereka akan diberi apa yang mereka inginkan pertama kali. Tetapi mereka akan menolak untuk menerimanya hingga mereka memberikannya kepada seorang lelaki dari keluargaku (Ahlulbait) yang mengisi muka bumi ini dengan keadilan sebagaimana sebelumnya dipenuhi kerusakan. Maka barangsiapa yang sampai pada masa itu, ia harus mendatangi mereka meskipun ia merangkak di atas es karena di antara mereka terdapat wakil Allah (Khalifatullah) Mahdi.”6

Selain itu, Nabi Muhammad bersabda, “Dunia ini tidak akan hancur hingga seorang lelaki dari kalangan bangsa Arab yang namanya sama dengan namaku muncul.”7

Dalam kitab Shahih Muslim, pada bab al-Fitan, ada beberapa hadis menarik mengenai sesuatu yang akan terjadi pada akhir zaman dunia ini. Kita kutip dua hadisnya.

Abu Nadra meriwayatkan, “Kami saat itu bersama-sama Jabir bin Abdillah. Jabir diam untuk beberapa lama lalu meriwayatkan apa yang telah dikatakan Nabi Muhammad, 'Akan datang seorang Khalifah pada akhir zaman umatku yang dengan sukarela memberi kekayaan kepada orang-orang tanpa menghitungnya.' Aku bertanya kepada Abu Nadra dan Abu Ala, 'Maksud kalian Umar bin Abdul Aziz?' Mereka menjawab, 'Bukan, (ia adalah Imam Mahdi).'”8

Hal yang sama terdapat dalam Shahih Muslim. Abu Sa`id dan Jabir bin Abdillah meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda, “Akan datang pada akhir zaman seorang khalifah yang akan membagikan kekayaan tanpa menghitungnya.”9

Diriwayatkan pula, “Pada akhir zaman, umatku akan mengalami penderitaan yang tidak pernah terjadi sebelumnya, sehingga manusia tidak dapat mencari jalan keluar. Kemudian Allah akan mendatangkan seorang lelaki dari keturunanku, yang akan mengisi dunia ini dengan keadilan, sebagaimana sebelumnya telah dipenuhi kebatilan. Para penghuni bumi dan langit mencintainya. Langit akan mencurahkan airnya di semua tempat dan bumi akan memberikan segala sesuatu yang ia miliki dan segala penjuru bumi akan berwarna hijau.”10

Ibnu Majah dalam kitab Sunan-nya mengutip ucapan Ibnu Hanafiyah dan Imam Ali bahwa Nabi Muhammad bersabda, “Mahdi berasal dari Ahlulbaitku, Allah akan memunculkannya dalam satu malam (artinya kedatangannya sangat tidak terduga dan sangat tiba-tiba).”11

Selain itu diriwayatkan bahwa, Ali bin Abi Thalib berkata, “Ketika 'Pemimpin' dari keluarga Muhammad (al-Qa`im ali Muhammad) muncul, Allah akan menyatukan orang-orang yang berada di timur dan di barat.”12

Ibnu Hajar menuliskan bahwa, Muqatil bin Sulaiman dan orang-orang yang mengikutinya di antara para mufasir Sunni menyatakan bahwa ayat 'Dan ia akan datang sebagai Tanda (Datangnya hari Kiamat)', turun berkenaan dengan Mahdi.”13

Ahmad bin Hanbal juga mencatat, Nabi Muhammad bersabda, “Allah akan mengeluarkan Mahdi yang berasal dari keluargaku dari persembunyian sebelum Hari Kiamat, meskipun tinggal satu hari lagi kehidupan di dunia ini akan berakhir, ia akan menyebarkan keadilan dan persamaan di muka bumi ini dan menghancurkan kezaliman dan penindasan.”14

Diriwayatkan dalam Shahih Muslim, bahwa Jabir bin Abdillah Anshari berkata, “Aku mendengar Rasulullah bersabda, 'Sekelompok umatku akan berperang demi kebenaran hingga mendekati akhir zaman, saat Nabi Isa datang. Pemimpin kelompok itu akan memintanya memimpin shalat tetapi Nabi Isa menolak.' Ia berkata, 'Tidak, sesungguhnya, di antara kalian Allah telah menunjuk para pemimpin bagi yang lain dan Ia telah mengkaruniai anugerah-Nya kepada mereka.'”15

Ibnu Abu Shaibah, ahli hadis Sunni lain dan guru Bukhari dan Muslim, telah meriwayatkan banyak hadis tentang Imam Mahdi as. Ia juga meriwayatkan bahwa Imam (pemimpin) kaum muslimim yang akan menjadi Imam shalat Nabi Isa as adalah Imam Mahdi.

Jalaluddin Suyuthi menyebutkan, “Aku mendengar orang-orang kafir menyangkal apa yang telah dinyatakan tentang Nabi Isa bahwa ketika ia turun ia akan shalat subuh di belakang Imam Mahdi. Mereka menyatakan, 'Kedudukkan Nabi Isa lebih tinggi untuk shalat di belakang seseorang yang bukan rasul.' Ini merupakan pendapat yang aneh karena persoalan shalatnya Nabi Isa di belakang Imam Mahdi telah dibuktikan secara jelas melalui beragam hadis Shahih dari Nabi Muhammad, yang sangat dapat dipercaya.”

Kemudian Suyuthi meriwayatkan beberapa hadis berkenaan dengan hal ini.16

Hafizh Ibnu Hajar Asqalani juga menyebutkan bahwa Imam Mahdi berasal dari umat ini, dan Nabi Isa akan datang dan shalat di belakangnya.17 Hadis ini juga disebutkan oleh ulama Sunni, Ibnu Hajar Haitsami, yang menuliskan, “Ahlulbait adalah seperti bintang-bintang yang melalui mereka kita ditunjukki ke jalan yang benar. Dan apabila bintang-bintang ini diambil (disembunyikan) kita akan berhadapan dengan tanda-tanda kebesaran Allah yang dijanjikan (Hari Kiamat). Kiamat akan terjadi ketika Imam Mahdi muncul, sebagaimana yang disebutkan di hadis-hadis, dan Nabi Isa akan shalat di belakangnya, Dajjal akan dibunuh, dan tanda-tanda kebesaran Allah akan muncul bersusulan.”18

Ibnu Hajar juga mengutip perkataan Husain Ajiri, “Hadis-hadis Mustafa saw tentang munculnya Imam Mahdi telah diriwayatkan melalui beragam sumber dan hadis ini melebihi tingkat kemutawatiran hadis. Pada hadis ini dijelaskan bahwa ia adalah Ahlulbaitnya, dan ia akan mengisi dunia ini dengan keadilan, kemudian Nabi Isa as akan datang pada waktu yang sama dan membantu Nabi Isa membunuh Dajjal di negeri Palestina, dan ia akan memimpin dunia ini dan Nabi Isa akan shalat di belakangnya.”19

Dengan demikian apabila Imam Mahdi dan Nabi Isa adalah orang yang sama seperti yang dinyatakan segelintir orang yang bodoh, bagaimana dapat ia shalat dibelakang dirinya sendiri? Selain itu, hadis tersebut menunjukkan bahwa Imam Mahdi dan Nabi Isa akan datang pada saat yang sama sehingga mereka akan shalat Shubuh bersama di Yerusalem.

Sebenarnya, persamaan kata 'Mesiah' dalam bahasa Arab adalah al-Masih yang artinya 'dibersihkan/disucikan'. Kata ini telah digunakan dalam Quran sebagai nama Nabi Isa as. Dengan demikian, Mesiah adalah Nabi Isa as dan bukan Imam Mahdi as. Tetapi, kata 'Mesiah' memiliki makna lain dalam bahasa Inggris, Penyelamat. Akibatnya, ada beberapa penerjemah bahasa Inggris yang menerjemahkan kata 'Messiah' untuk Imam Mahdi as dengan makna Penyelamat yang tidak berkaitan sama sekali dengan kata dalam bahasa Arab, al-Masih.

Kita akan tunjukkan bahwa ada hadis yang dibuat-buat yang umumnya digunakan oleh Ahmadiyah Qadiani untuk membuktikan bahwa Mahdi dan Nabi Isa adalah orang yang sama. Hadis tersebut menyatakan, “Dan tidak ada Imam Mahdi kecuali Nabi Isa.” Hadis ini dianggap sebagai hadis yang tak dikenal dan aneh oleh Hakim dan ia mengatakan bahwa ada ketidaksesuaian dalam rangkaian perawinya. Baihaqi berkata bahwa Muhammad bin Khalid menyatakan hadis ini mufrad. Nasa`i menyebutkan bahwa hadis ini tidak dikenal dan ditolak, dan bahwa orang-orang yang mengingat hadis ini menegaskan bahwa hadis-hadis yang menyatakan bahwa Mahdi adalah keturunan Fathimah adalah hadis yang sahih dan dapat dipercaya.20

Nabi Isa bukanlah Imam kaum Muslimin, dan ketika ia datang, ia akan menjadi pengikut Imam kaum Muslimin yang dikenal sebagai Imam Mahdi as. Dalam Shahih al-Bukhari, diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad saw bersabda, “Bagaimana keadaanmu apabila Putra Maryam datang kepadamu dan Imam kalian ada di antara kalian?”21

Hafizh, Muhammad bin Ali Syaukani (1250/1834), menulis buku at-Tawdzih fi Tsawatur ma Jaa`a fi al-Muntazhar wa-Dajjal wa al-Masih (Penjelasan Mengenai Riwayat-riwayat Orang yang Dinantikan, Dajjal, dan Nabi Isa) mengenai Imam Mahdi as, bahwa, “Hadis mengenai Imam Mahdi telah diriwayatkan oleh banyak perawi dan merupakan hadis yang sahih, tidak memiliki keraguan dan pertentangan, karena dalam fiqih, syarat kemutawatirannya valid bahkan untuk hadis-hadis dengan jumlah narasi yang lebih sedikit dari jumlah narasi hadis ini. Banyak juga ucapan para sahabat yang secara eksplisit menyebut Imam Mahdi, yang memiliki status riwayat dari Nabi Muhammad karena tidak ada pertanyaan mengemukakan ucapan itu melalui ijtihad.”22

Penulis buku Ghayah al-Ma`amul menyebutkan bahwa, “Riwayat ini merupakan riwayat terkenal di kalangan para ulama masa lalu bahwa sekarang harus datang seorang lelaki dari keluarga Nabi Muhammad saw bernama Mahdi. Selain itu, hadis mengenai Imam Mahdi telah diriwayatkan oleh sahabat Nabi yang paling terkenal, juga oleh ulama-ulama kenamaan seperti Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah, Tabarani, Abu Ya`ala, Bazzar, Imam Ahmad bin Hanbal, dan Hakim. Lebih jauh lagi, orang-orang yang menyatakan bahwa hadis-hadis mengenai kedatangan Imam Mahdi adalah hadis lemah, mereka sendiri sebenarnya yang salah.”

Saban dalam bukunya Is`af ar-Raghibin, menyebutkan bahwa berita tentang kedatangan Imam Mahdi dapat disusuri sampai ke Nabi Muhammad saw dan bahwa ia adalah salah satu anggota keluarga Nabi Muhammad serta akan mengisi dunia ini dengan keadilan.”

Suway dalam bukunya Saba`iq adz-Dzahab meriwayatkan bahwa para ulama berijtihad bahwa Imam Mahdi as akan datang pada akhir zaman dan mengisi dunia ini dengan keadilan, dan hadis-hadis yang mendukung tentang kedatangannya sangat banyak.

Hafizh Abu Hasan Muhammad bin Husain Sijistani Aburi Syafi`i (363/974) berkata, “Hadis-hadis itu diriwayatkan oleh banyak perawi yang disebarkan secara luas oleh banyak perawi dari Musthafa saw mengenai Mahdi yang berasal dari keluarga Nabi Muhammad saw dan yang akan mengisi dunia ini dengan keadilan..” Pernyataan ini diterima oleh ulama selanjutnya sebagaimana yang disaksikan oleh Ibnu Hajar Asqalani.23

Rumusan paling baik dari keyakinan seluruh kaum Muslimin mengenai Imam Mahdi as telah diyakini oleh seseorang yang dirinya sendiri tidak meyakini kedatangannya dan menyangkal keshahihan hadis-hadis tentang Imam Mahdi as. Ia adalah Ibnu Khaldun (809/1406), seorang sejarawan terkemuka, dalam al-Muqaddimah. Ia menuliskan, “Biarlah diketahui bahwa hadis ini adalah peristiwa yang diriwayatkan oleh semua muslim di sepanjang zaman, bahwa pada akhir zaman seorang lelaki dari keluarga Nabi Muhammad akan datang dan mengokohkan Islam serta menyebarkan keadilan tanpa kegagalan. Umat Islam akan mengikutinya dan ia akan menguasai seluruh dunia Islam. Ia bernama Mahdi.”24

Kutipan di atas membuktikan bahwa bahkan Ibnu Khaldun pun berpendapat bahwa meyakini Imam Mahdi bukan ciri aliran Islam tertentu, tetapi merupakan keyakinan yang umum di semua umat Islam.

Ulama Sunni secara terang-terangan mengkritik orang-orang itu (seperti Ibnu Khaldun) yang berusaha membuat keraguan terhadap hadis mengenai Imam Mahdi as, dan dengan tegas menyatakan bahwa meyakini Imam Mahdi telah ditegakkan dengan kokoh bagi semua umat Islam.25

Syekh Ahmad Muhammad Syakir (1377/1958), salah satu ulama hadis dan tafsir kontemporer,26 menulis dalam tafsirnya, “Meyakini Imam Mahdi bukanlah khusus bagi kaum Syi`ah karena hal ini berasal dari riwayat banyak sahabat Nabi sedemikian rupa sebingga tidak seorang pun dapat meragukan kebenaran itu.” Setelah itu, ia meneruskan dengan penyangkalan yang kuat terhadap kelemahan hadis Ibnu Khaldun mengenai Imam Mahdi.27

Sayid Sabiq, mufti bagi Persaudaraan Kaum Muslimin, dalam bukunya, al-`Aqa`id al-Islamiyyah, bahwa gagasan mengenai Imam mahdi memang benar dan merupakan salah satu ajaran Islam yang harus diyakini. Sabiq juga meriwayatkan beragam hadis berkaitan dengan kedatangan Mahdi as dalam bukunya di atas.

Fatwa terbaru dikeluarkan di Mekah oleh Rabithah Alam Islami pada 11 Oktober 1976 (23 Syawal 1396) yang menyatakan bahwa lebih dari dua puluh sahabat Nabi meriwayatkan hadis mengenai Imam Mahdi, dan memberi daftar nama-nama para ulama hadis yang telah meriwayatkan riwayat itu, dan orang-orang yang telah menulis buku-buku mengenai Imam Mahdi.

Fatwa tersebut berbunyi, “Para pengingat (huffazh) dan ulama hadis telah menegaskan bahwa ada riwayat yang Shahih dan dapat dipercaya di antara hadis-hadis mengenai Mahdi. Mayoritas hadis-hadis ini diriwayatkan melalui berbagai perawi. Tidak ada keraguan bahwa status riwayat-riwayatnya shahih dan mutawatir, bahwa meyakini Imam Mahdi merupakan sesuatu yang wajib, dan merupakan salah satu ajaran Ahlussunnah wal Jama`ah. Hanya orang-orang yang tidak memperhatikan sunnah serta para pemalsu ajaran saja yang menyangkalnya.28

Dua ulama Syafi`i, Ganji dalam buku al-Bayan dan Syablanji dalam buku Nur al-Abshar, menerangkan ayat 42:28 sesuai riwayat Sa`id bin Jubair, Dialah yang mengutus utusannya (Muhammad) dengan petunjuk dan agama yang benar untuk memenangkan agamanya di atas agama lainnya, sebagai janji kepada Nabi Muhammad bahwa bumi ini akan dipenuhi oleh Mahdi yang merupakan keturunan Fathimah as.

Bahkan Ibnu Taimiyah (728/1328) menulis dalam Minhaj as-Sunnah (jilid 4, hal 211-212) bahwa hadis mengenai Mahdi benar-benar dapat dipercaya, dan muridnya, Dzahabi, sepakat dengannya dalam tulisan mengenai ringkasan buku gurunya.29

Di antara ulama-ulama Syi`ah, saya ingin menyebut karya besar Luthfullah Syafi Gulpaigani, yang menyusun ensiklopedia berjudul Muntakhab al-Atsar. Dalam bukunya, ada riwayat hadis yang lengkap mengenai kedatangan Imam Mahdi as dan gambaran mengenai dunia sebelum dan setelah kedatangannya. Ia menyebutkan enam puluh sumber hadis Sunni, termasuk enam kitab hadis utama; dan lebih dari sembilan puluh sumber hadis Syi`ah untuk menekankan kebenaran bahwa Mahdi bukanlah peristiwa yang dibuat-buat.

Sejauh yang dapat kami temukan, sedikitnya tiga puluh lima ulama Sunni terkemuka telah menulis empat puluh enam buku khusus tentang Imam Mahdi as, di antaranya; Kitab al-Mahdi oleh Abu Daud, Alamat al-Mahdi oleh Jalaluddin Suyuthi, al-Qawl al-Mukhtasar fi Alamat al-Mahdi al-Muntazhar oleh Ibnu Hajar, al-Bayan fi Akhbar Sahib az-Zaman oleh Allamah Abu Abdillah bin Muhammad Yusuf Ganji Syafi`I, Iqd al-Durar fi Akhbar al-Imam al-Muntazhar oleh Syekh Jamaluddin Yusuf Dimishqi, Mahdi Ali Rasul oleh Ali bin Sultan Muhammad Harawi Hanafi, Manaqib al-Mahdi oleh Hafizh Abu Nu`aim Isbahani, al-Burhan fi Alamat al-Mahdi Akhir az-Zaman oleh Muttaqi Hindi, Arba`in Hadits fi al-Mahdi oleh Abdul A`la Hamadani, Akhbar al-Mahdi oleh Hafizh Abu Nu`aim.

Kesimpulannya, meyakini kedatangan Imam Mahdi as yang merupakan orang yang berbeda dengan Nabi Isa as merupakan sebuah fakta yang tidak dapat disangkal kaum Sunni. Seperti yang didiskusikan di atas, para ulama Sunni menegaskan bahwa meyakini Mahdi dari keluarga Nabi merupakan salah satu ajaran Islam Ahlussunnah wal Jama`ah. Pada bagian selanjutnya, kami akan membahas poin-poin perbedaan antara Syi`ah dan sebagian besar kaum Sunni mengenai persoalan Imam Mahdi.

Syarat-syarat Khusus Imam Mahdi

Pada bagian sebelumnya, kita ketengahkan banyak hadis dari enam koleksi hadis Sunni yang sahih mengenai fakta bahwa Imam Mahdi as, yang tidak sama dengan Nabi Isa (Messiah) as, akan datang dan ia berasal dari keturunan Nabi melalui Fathimah as. Hadis-hadis tersebut lebih jauh menekankan fakta bahwa Nabi Isa, yang merupakan seorang nabi besar, akan shalat di belakang Imam Mahdi. Kita juga ketengahkan beberapa fatwa para ulama Sunni yang menyatakan bahwa meyakini Imam Mahdi berasal dari keluarga Nabi merupakan salah satu ajaran Islam Ahlussunnah wal Jama`ah, dan oang yang menyangkalnya adalah orang bodoh atau inovator.

Pada bagian ini, saya ingin membicarakan beberapa sifat khusus Imam Mahdi yang tidak diakui oleh sebagian besar kaum Sunni.

Kaum Syi`ah meyakini bahwa Imam Mahdi merupakan satu-satunya putra Imam Hasan Askari (Imam kesebelas) yang lahir pada tanggal 15 Sya`ban 255/869 di Samarra, Iraq. Ia menjadi Imam ketika ayahnya syahid pada tahun 260/874. Imam Mahdi memasuki kegaiban (menghilang; meninggalkan umat tetapi ia tidak diketahui) pada saat yang sama. Ia akan muncul kembali apabila Allah berkehendak.

Lebih jelasnya lagi: Julukannya adalah Mahdi yang artinya orang yang diberi petunjuk. Namanya adalah Muhammad Ibnu Hasan as, garis keturunannya berakhir pada Ali bin Abi Thalib, yakni Muhammad bin Hasan bin Ali bin Muhammad bin Ali bin Musa bin Ja`far bin Muhammad bin Ali bin Husain bin Ali bin Abi Thalib as.

Di lain pihak, sebagian besar kaum Sunni tidak yakin bahwa ia telah dilahirkan. Mereka yakin ia akan dilahirkan sebelum melaksanakan misinya. Nama Imam Mahdi adalah Muhammad, nama yang sama sebagaimana yang diyakini kaum Syi`ah. Tetapi, ada salah satu riwayat Sunni yang menambahkan bahwa nama ayah Imam Mahdi adalah Abdullah. Sekarang mari kita lihat masing-masing argumen.

Pertanyaan 1: Beberapa orang kaum Sunni bertanya kepada kaum Syi`ah bahwa bagaimana dapat seorang anak berusia lima tahun dapat menjadi pemimpin umat manusia?

Pertama, kita harus mempertanyakan apakah fenomena pemimpin yang masih muda memiliki contoh yang sama dalam sejarah agama. Tak diragukan lagi, hal tersebut memang ada. Quran memberikan sejumlah contoh yang patut disebutkan di sini. Kami memiliki contoh Nabi Isa yang menjadi rasul dan berbicara kepada orang-orang ketika ia masih seorang bayi.

Tetapi ia menunjuk pada bayi itu. Mereka berkata, “Bagaimana mungkin kami berbicara kepada seorang anak yang masih dalam gendongan?” Ia berkata, “Sesungguhnya aku adalah hamba Allah. Ia telah menganugrahiku Kitab dan mengangkatku sebagai seorang rasul, dan Ia memberkahiku di manapun aku berada, dan Ia menganjurkanku untuk bersembahyang dan mengeluarkan zakat selama aku hidup.” (QS. Maryam : 29-31)

Dengan demikian Nabi Isa menjadi rasul dan menerima wahyu serta Kitab Suci ketika usianya kurang dari dua tahun.

Lebih jauh lagi, pada beberapa ayat sebelumnya, Quran menyebutkan peristiwa Nabi Yahya as. Allah Swt berfirman kepadanya, Wahai Yahya! Peganglah Kitab ini dengan sungguh-sungguh, Dan Kami menunjuknya (sebagai rasul) ketika ia masih anak-anak. (QS. Maryam : 21).

Dengan demikian, apabila seorang anak berusia dua tahun dapat menjadi seorang rasul dan menerima wahyu serta Kitab, mengapa hal ini tidak dapat terjadi kepada seorang anak berusia lima tahun menjadi seorang Imam?

Contoh ketiga adalah Nabi Sulaiman as yang ditunjuk Allah Swt menjadi penerus ayahnya, Nabi Daud, dan menjadi rasul umatnya ketika ia belum mencapai usia remaja.

Pernahkah anda mendengar tentang anak-anak ajaib? Mereka adalah anak-anak berusia sekitar empat hingga delapan belas tahun yang menunjukkan tanda-tanda kecerdasan yang berbeda yang biasanya ditemukan pada orang dewasa saja. Berikut ini beberapa contoh dari sejarah modern.

John Stuart Mill (1806-73), filosof, ekonom dan sebagai anggota Parlemen Inggris abad ke-19, menyokong reformasi utilitarian dalam banyak tulisannya. Sebagai anak ajaib, Mill menguasai bahasa Yunani pada usia tujuh tahun dan belajar ekonomi pada usia tiga belas tahun. Karyanya menunjukkan pemikiran sosial dengan sangat jelas dan lengkap.

Seorang pemikir, matematikawan dan saintis Prancis, Blaise Pascal (1623-62) tidak hanya mendapatkan penghargaan dalam karyanya yang imajinatif dan tinggi dalam ilmu geometri dan cabang-cabang matematika lainnya, ia juga berhasil mempengaruhi generasi agamawan dan filosof selanjutnya. Sebagai anak ajaib dalam bidang matematika, Pascal, menguasai elemen-elemen Euclid. Pada usia dua belas tahun Pascal menemukan dan menjual mesin penghitung pertama (1645).

Wolfgang adalah anak yang memiliki kemampuan musik yang sangat hebat. Ia sudah mengarang Minuet pada usia lima tahun dan simponi pada usia sembilan tahun.

Pada usia dua belas tahun Beethoven memiliki kemampuan seperti itu dan ia menjadi asisten pemain organ Christian Gottlob Nife, yang darinya ia belajar.

Sarah Caldwell, lahir di Maryville, Mo., 6 Maret 1924, merupakan konduktor dan produser. Seorang anak yang menguasai matematika dan musik sebelum usianya mencapai sepuluh tahun.

Meskipun tidak lengkap, contoh-contoh di atas membantu menunjukkan bahwa fenomena ini terjadi secara alami di kalangan manusia dari seluruh kehidupan. Oleh karena itu, secara ilmiah, adalah sangat mungkin bahwa seorang anak menunjukkan kemampuan yang tidak dapat dilakukan orang dewasa. Dan berdasarkan agama, segala sesuatu yang Allah kehendaki akan terjadi walaupun hal itu aneh. Sesungguhnya Allah Swt menunjukkan secara gamblang dalam Quran bahwa apabila Ia mengkhendaki sesuatu, yang Ia lakukan hanyalah mengucapkan, Jadilah! Maka jadilah!

Pertanyaan 2: Setiap manusia tidak kekal. Bagaimana dapat Imam Mahdi as hidup begitu lama?

Memang, setiap makhluk kecuali Allah Swt tidak kekal, dan sebenarnya, Imam Mahdi pun akan meninggal dunia suatu hari nanti. Tetapi, perbedaannya adalah lamanya hidup di dunia ini. Quran dan hadis Nabi menunjukkan kepada kita bahwa beberapa orang berumur panjang di dunia ini. Dengan demikian kemungkinan terjadinya fenomena tersebut dibenarkan oleh agama Islam.

Tahukah anda bahwa menurut Quran Surah al-Ankabut ayat 14, Nabi Nuh as menjadi nabi selama 950 tahun? Usianya pasti lebih dari itu karena kita harus menambahkan usianya sebelum kenabian pada usia di atas.

Setujukah anda bahwa Nabi Isa as masih hidup? Ia, sebenarnya, berusia lebih dari 2000 tahun sekarang. Tentunya ia tidak tinggal di muka bumi. Ia berada di surga. Menurut ajaran Islam, ia akan kembali ke muka bumi dan shalat di belakang Imam Mahdi as.

Setujukah anda bahwa Nabi Khidir as masih hidup? Quran menceritakan kisah pertemuannya dengan Nabi Musa as. Ia ada sebelum zamannya Nabi Musa as, dan Nabi Khidir as juga sekarang berusia lebih dari 3000 tahun. Ia tinggal di muka bumi ini, tetapi kita tidak dapat mengenalinya (agak serupa dengan kasus Imam Mahdi). Ia menjadi salah satu wakil Allah Swt.

Ulama Hanafi, Sibt bin Jauzi, dalam bukunya Tatkhirat al-Khawas al-Ummah hal. 325-328 menyebutkan dua puluh dua orang yang diyakini kaum Muslimin hidup dengan usia yang beragam dari 300 hingga 3000 tahun. Hal ini tidak diragukan. Allah Swt mampu memberi kehidupan yang sangat panjang pada hamba-hamba-Nya, tetapi Ia juga menentukan kematian bagi setiap orang (termasuk orang-orang yang di sebutkan di atas) yang kematiannya dapat segera atau dalam waktu yang lama.

Selain itu, secara ilmiah, tidak ada keberatan apa pun pada pernyataan jangka waktu yang lama. Sekelompok ilmuwan melakukan serangkaian penelitian di Institut Rockefeller di New York pada tahun 1912 terhadap bagian-bagian tertentu dari tanaman, hewan, dan manusia. Para Ilmuwan ini di antaranya Dr. Alex Carl, Dr. Jack Lope, dan Dr. Warren Lewis serta istrinya. Salah satu penelitian yang dilakukan adalah penelitian pada syaraf, otot, hati, kulit, ginjal manusia. Organ-organ ini tidak tersambung pada tubuh manusia. Organ ini adalah organ independen yang mungkin diberikan untuk diteliti.

Kesimpulan yang didapat oleh para ilmuwan adalah bahwa 'bagian-bagian organ' ini dapat terus hidup hampir tanpa batas sepanjang dipelihara dengan baik, dan sepanjang mereka terlindungi dari interaksi negatif eksternal seperti mikroba dan hambatan-hambatan lain yang mungkin menghambat pertumbuhan organ-organ ini. Sel dapat terus berkembang secara normal dalam kondisi di atas dan pertumbuhan itu secara langsung berkaitan dengan makanan yang diberikan. Sekali lagi, penuaan tidak berpengaruh pada organ-organ ini, dan organ-organ ini berkembang setiap tahun tanpa ada tanda-tanda kerusakan. Para ilmuwan menyimpulkan bahwa organ-organ ini akan terus berkembang sepanjang kesabaran para ilmuwan itu sendiri tidak habis, yang membut mereka mengabaikan proses pemeliharaan.

Pertanyaan 3: Di mana Imam Mahdi as berada sekarang?

Pertama, Imam Mahdi as menghilang pada tahun 260/874 ketika ia menjadi imam. Terakhir kali ia terlihat adalah di gudang rumah ayahnya di Samarra, Iraq. Itulah mengapa hal tersebut didesas-desuskan bahwa Syi`ah meyakini Imam Mahdi as berada di gua tersebut.

Beberapa sejarawan Sunni menyebutkan secara ceroboh bahwa kaum Syi`ah yakin Mahdi berada di gua atau gudang itu. Ia terlihat di sana untuk terakhir kalinya. Imam Mahdi as dapat berada di mana saja atas kehendak Allah Swt. Tetapi, satu hal yang jelas adalah bahwa ia hidup di dunia ini di antara orang-orang dan mereka tidak mengetahuinya. Apabila gudang tersebut menjadi terkenal sebagai 'Gudang Kegaiban' (Sardab al-Ghaybah), karena dibuat seperti itu oleh sumber non-Syi`ah. Padahal nama seperti itu tidak disebutkan oleh ulama Syi`ah. Imam Mahdi as kadang-kadang berada di suatu tempat dan melakukan perjalanan mengelilingi dunia, sama seperti keyakinan umum kaum Muslimin tentang Nabi Khidir as.30

Kedua, mengenai kegaiban Imam Mahdi as, Quran tidak mengatur kegaiban sama sekali. Sekali lagi, contoh Nabi Isa as dan Nabi Khidir as, yang keduanya gaib, merupakan contoh yang patut disebutkan.

Pertanyaan 4a: Mengapa Imam Mahdi menghilang?

Pertanyaan 4b: Mengapa Imam Mahdi tidak muncul sekarang?

Pertanyaan 4c: Kapan ia akan datang?

Di balik semua itu ada banyak alasan. Alasan utama adalah kegaiban akan disingkap ketika Imam Mahdi datang. Berikut ini kita memberi empat alasan sekadarnya.

Pertama, jawaban paling mudah adalah bahwa hal ini adalah kehendak Allah Swt. Kehendak-Nya bersandar pada Kebijaksanaan yang tidak terbatas. Kedatangan Imam Mahdi hanya bergantung kepada keputusan Allah. Ia mengetahui yang terbaik untuk dilakukan. Pertanyaan ini mungkin sama naifnya: Mengapa beberapa orang berkulit hitam sedang yang lainnya berkulit putih? Mengapa sebagian orang cantik sedang sebagian lainnya tidak? Ini adalah kehendak Allah.

Kedua, jawaban yang menjawab pertanyaan mengapa sebagian orang cantik sedang yang lainnya tidak adalah ujian. Allah dapat memasukkan semua orang ke surga secara langsung, tetapi Ia tidak melakukannya karena Ia ingin menguji kita. Hanya orang-orang yang taat kepada Allah yang patut masuk surga. Saat ini Allah ingin menguji bagaimana kita bertindak di lingkungan yang penuh dosa. Apabila seseorang menjaga dirinya di dunia saat ini, ia memiliki imbalan yang lebih daripada saat masa Imam Mahdi datang, karena pada saat itu lingkungan akan benar-benar sehat dan lebih mudah untuk menjaga diri. Hal ini hanya salah satu aspek. Ingatlah bahwa hanya Imam Mahdi yang memiliki kesempatan untuk menaklukkan dunia ini. Bahkan, Nabi kita tidak dapat melakukannya. Dengan demikian, ujian yang sulit diberikan di sepanjang zaman dan tidak hanya diberikan kepada kita.

Ketiga, Imam Mahdi as akan datang segera setelah umat siap menerimanya. Umat di sepanjang sejarah tidak pernah siap. Mereka membunuhi para rasul dan para imam satu demi satu. Tetapi Allah Swt terus mengutus rasulnya hingga akhirnya Ia mengutus Nabi Muhammad yang membawa pesan terakhir pada saat ketika evolusi pikiran manusia mencapai kedewasaan, lalu Allah memberi mereka agama yang paling sempurna dan paling akhir. Setelah itu Ia tidak perlu menyampaikan pesan yang baru. Dengan demikian, Ia mengutus para Penunjuk Jalan (Imam) yang menjaga dan menjelaskan pesan-pesan-Nya selama masa-masa sulit bagi umat.

Mereka juga melakukan hal itu, dan kita bangga bahwa kita memiliki para Imam seperti Imam Ja`far Shadiq as yang menjelaskan aspek-aspek fiqih, dan lain-lain. Ia juga memiliki kesempatan emas mengajar saat terjadi perseteruan antara Umayah dan Abbasiah. Selama periode yang singkat itu, ketika para tiran dari kedua pihak saling sibuk satu sama lain, Imam mengajar fiqih dan agama di kelas-kelas berjumlah 5000 murid. (Tidak perlu disebutkan bahwa Abu Hanifah adalah salah satu muridnya). Sekarang, adalah waktunya untuk bertindak. Tetapi, sayangnya sebagian besar umat ragu untuk mengikuti jalan yang benar. Mereka malah menentang dan membunuh para Imam Ahlulbait, dan memperlakukan mereka sama seperti para nenek moyang mereka memperlakukan para rasul. (Bahkan Nabi Muhammad berkata, “Tidak ada nabi yang diperlakukan seburuk diriku.”)

Situasi seperti itu akan terus berlangsung hingga suatu waktu ketika umat menyadari bahwa mereka memerlukan seorang Imam yang ditunjuk Allah yang mengatur mereka karena mereka tidak dapat memecahkan persoalan mereka. Ketika hal ini terjadi secara universal, dan ketika umat putus asa dan kecewa dengan semua isme (jalan hidup, ideologi), dan ketika semua mengangkat tangan untuk memohon pertolongan, maka umat siap untuk menerima kedatangannya. Mereka tidak akan membunuhnya seperti mereka melakukan hal tersebut kepada imam yang lain atau memperlakukan mereka dengan buruk. Mereka akan menerimanya. Tentunya, hal ini tidak akan terjadi hingga umat di seluruh dunia mengalami penderitaan yang sangat berat, perang di seluruh dunia, kerusakan oleh kekuatan setan (seperti Dajjal dan Sufyani) yang tidak mudah diramalkan di masa datang yang dekat ini.

Keempat, Imam Mahdi akan datang ketika semua jenis ideologi diuji dan semuanya gagal. Pada saat itu, umat akan mengerti bahwa mereka tidak memiliki jalan keluar lagi dan mereka akan menerima Imam Mahdi dengan mudah. Contohnya, lihat ajaran komunisme yang dipraktekkan di Rusia seratus tahun yang lalu. Semua orang di dunia pada saat itu berpikir bahwa ajaran itu merupakan jalan hidup paling baik yang menjamin kesejahteraan umat manusia. Tetapi, mereka terkejut, ajaran itu hancur dengan cepat dari dalam ajaran itu sendiri yang menunjukkan bahwa jalan keluar ini tidak dapat dipraktekkan. Sekarang, ada orang yang berpikir bahwa ajaran kapitalisme dapat menyelesaikan persoalan mereka seluruhnya. Sistem ini juga akan hancur karena berdasarkan riba. Keadaan tersebut harus mencapai titik di mana orang-orang Amerika memiliki hutang yang besar kepada dunia. Penelitian bahkan menunjukkan bahwa orang-orang ini tidak akan pernah dapat membayar hutang mereka secara penuh. Dan hal ini berdasarkan sudut pandang ekonomi. Umat juga menderita karena jenis korupsi, nafsu, kurangnya spiritualitas, dan lain-lain. Sistem seperti itu akan hancur sendirinya baik cepat atau lambat, dengan suatu cara atau cara lainnya. Dan ketika semua jenis jalan hidup menunjukkan kelemahannya dalam praktik, umat kemudian akan menghormati kebenaran.

Kelima, Imam Mahdi as akan datang ketika ia memiliki 313 pembantu dari orang-orang yang paling beriman. Imam Mahdi tidak dapat memerintah dunia tanpa bantuan, menteri, dan lain-lain. Komunitas harus membangkitkan orang-orang seperti ini. Sebenarnya tidak seorang pun dari sebelas Imam lainnya memiliki pengikut berjumlah sebanyak itu. Saya akan memberi contoh.

Sebelum wafatnya, Nabi Muhammad saw memerintahkan Ali bin Abi Thalib bahwa apabila jumlah pengikutnya yang setia kepadanya (setelah rasul wafat) melebihi empat puluh orang. Ia harus menggunakan kekuatan untuk mengambil haknya dan mengambil tampuk kepemimpinan. Jika tidak, ia harus berdiam diri karena orang-orang yang benar-benar beriman akan dibunuh tanpa dapat membantu Islam. Sayangnya, jumlah orang yang setia kepada Ali bin Abi Thalib tidak mencapai empat puluh orang, pada saat-saat yang penting itu.

Contoh lainnya. Salah satu pengikut Ahlulbait dari Khurasan datang ke Madinah untuk menemui Imam Ja`far Shadiq as. Ia melaporkan kepada Imam bahwa semua orang di wilayahnya adalah pendukung Imam. Ia bertanya kepada Imam mengapa ia tidak memberontak terhadap para tiran ketika ia memiliki pengikut sebanyak itu. Secara kebetulan, di dekat mereka ada oven yang panas. Imam Ja`far meminta orang itu untuk memasukki oven tersebut. Ketika orang itu merasakan panasnya oven itu yang membakar, ia berkata, “Ini panas, bagaimana aku dapat masuk ke dalamnya, karena apabila aku masuk, aku akan terbakar?” Sementara itu, salah satu pengikut setia Imam Shadiq bernama Yahya Ibnu Barmaki datang. Imam memintanya masuk ke oven tersebut yang langsung dilakukannya. Lelaki yang satu lagi merasa heran. Kemudian Imam bertanya kepadanya apakah ada orang yang bersungguh-sungguh seperti dia di antara suku Khurasan. Ia menjawab bahwa ia tidak tahu apakah ada orang yang setaat itu. Kemudian Imam meminta pengikut setianya untuk keluar dari oven dan ia ke luar dengan keadaan sehat tanpa terbakar atau terluka. Imam, kemudian menunjukkan halaman di mana beberapa burung tengah mengerumuni makanan, dan Imam berkata, “Apabila aku memiliki pengikut-pengikut setia sedikitnya sama dengan jumlah burung-burung itu, aku akan memberontak.” Lelaki itu berkata, “Aku menghitung jumlah burung itu dan jumlahnya tidak lebih dari beberapa belas ekor.”

Hadis-hadis menyatakan bahwa Imam Mahdi memerlukan 313 pengikut yang tidak hanya sungguh-sungguh dan beriman, tetapi juga memililiki ilmu pengetahuan dan kebijaksanaan yang tinggi. Imam Mahdi harus memiliki empat puluh ribu pengikut setia lainnya yang akan mengisi posisi kedua. Orang-orang ini tidak akan datang dari langit. Tergantung dari kita untuk mendidik masyarakat kita yang dapat membantu menciptakan orang-orang seperti itu, pertama-tama dimulai dari keluarga, teman, kemudian sekolah, kota, negara sejauh kemampuan kita. Kita harus memulai dari diri kita sendiri untuk menghindari dosa dan mencapai ilmu serta kebijaksanaan lebih banyak dan menjadi orang yang lebih taat kepada Allah Swt.

Pertanyaan 5: Kaum Syi`ah menyatakan bahwa ibu dari Imam Mahdi as adalah seorang budak. Bukankah hal ini memalukan bahwa ia terlahir dari seorang budak?

Pertanyaan ini akan kami jawab dengan mengajukan pertanyaan berikut: Bukankah Hajar as, istri Nabi Ibrahim as, seorang budak? Bukankah ia yang mengandung Isma'il as, yang merupakan nenek moyang Nabi Muhammad secara langsung? Apabila hal ini diterima bagi Nabi Muhammad, penutup kenabian, menjadi keturunan Nabi Isma`il as yang terlahir dari seorang budak, mengapa kita harus malu terhadap Imam Mahdi as?

Ibunda Imam Mahdi as bernama Narjis, seorang tawanan Romawi yang dibawa oleh Imam Askari as dan menikah dengannya. Ia sebenarnya bertemu Sayidah Fathimah as dalam mimpi yang memerintahkan kepadanya untuk pergi ke perbatasan di mana kaum Muslimin tengah berperang. Kemudian ia menjadi tawanan, dan dijual kepada agen Imam Askari as yang menunggu kedatangan tawanan-tawanan kota.

Kami perlu menyebutkan bahwa kelahiran Mahdi as adalah peristiwa yang dirahasiakan, karena penguasa Abbasiah mengetahui bahwa Mahdi yang akan melancarkan revolusi berasal dari putra Imam Ahlulbait yang kesebelas, dan sedang menunggu kedatangannya untuk menangkap dan membunuhnya. Karena itu, Imam Hasan Askari as, ayahanda Mahdi, tidak dapat menampakkan secara terang-terangan siapa ibunda Mahdi as. Beragam nama digunakan sebagai usaha untuk menipu penguasa, dan mencegah mereka mengenalinya. Itulah bagian dari rencana melindungi Imam Mahdi as. Seandainya ayahnya sedikit ceroboh dalam melindungi putranya, jelaslah bahwa Mahdi as tidak akan hidup. Cerita kelahiran Imam Mahdi as sama seperti kelahiran Nabi Musa as. Semua wanita di keluarga Imam Askari secara terus menerus diperiksa oleh ahli-ahli wanita Abbasiah untuk menemukan apabila ada yang hamil. Sebenarnya, kata 'al-Askari' menjadi nama dari ayah Mahdi as, karena ia dipaksa hidup dalam kawalan tentara sehingga rumahnya dapat dikontrol oleh penguasa. Sama seperti Ibunda Nabi Musa as, Ibunda Imam Mahdi as tidak memiliki tanda-tanda kehamilan hingga detik-detik terakhir. Tetapi, tidak diragukan lagi bahwa yang terjadi itu adalah kehendak Allah Swt.

Dengan kondisi yang sulit serta berat, kelahiran Imam as sangat dirahasiakan. Hanya sedikit sahabat dekat yang diberi tahu. Hal ini karena kelahiran Imam Mahdi as merupakan ancaman langsung terhadap pemerintahan yang korup. Situasi ini sangat dipahami ketika kita melihat ke belakang, ke tahun-tahun pertama Islam ketika Nabi menyebarkan agama secara sangat rahasia kepada pengikut-pengikutnya yang setia. Nabi Muhammad saw khawatir dengan kehidupan orang-orang beriman ini, dan ia melarang mereka memberi informasi yang akan membahayakan seluruh misinya.

Pertanyaan 6: Siapakah ayah Imam Mahdi as?

Kaum Syi`ah dan beberapa ulama Sunni meyakini bahwa ayahnya adalah Imam Hasan Askari (260/874). Mayoritas hadis Nabi yang melimpah mengenai Imam Mahdi menyatakan bahwa nama Imam Mahdi sama dengan Nabi Muhammad (yakni Muhammad). Tetapi ada satu riwayat Sunni yang memiliki kalimat tambahan berkenaan dengan nama ayahnya juga sama dengan nama ayah Nabi Muhammad (yakni Abdullah). Kalimat tambahan ini tidak ada di semua riwayat lain yang disampaikan oleh ahli-ahli hadis Sunni dan Syi`ah yang meriwayatkan hadis ini. Selain itu, kalimat tambahan ini, dalam hadis-hadis Syi`ah adalah bahwa nama panggilannya sama dengan nama panggilan Nabi Muhammad, Abul Qasim. Sebenarnya kaum Sunni meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda kepada Ali, “Seorang anak akan lahir kepadamu yang telah aku beri nama dengan namaku dan nama panggilanku.”

Satu riwayat yang memiliki tambahan kalimat (bahwa nama ayahandanya sama dengan nama ayahanda Nabi Muhammad) mungkin telah diciptakan oleh Abdullah bin Hasan (mutsanna-kedua) Ibnu (Imam) Hasan as. Abdullah (145/762) mempunyai seorang putra bernama Muhammad yang memanggilnya Nafs az-Zakiyyah dan Mahdi.32 Abdullah sering menggunakan kekuasaan dan kekayaannya untuk mendukung revolusi putranya. Abdullah sering menyembunyikan putranya selama periode Umayah ketika tidak ada bahaya baginya. Ketika ia bertanya mengapa ia melakukan hal ini, ia berkata, “Ini sebuah gagasan, waktu mereka belum tiba.”33 Pada surat pertama yang Muhammad kirim kepada khalifah Abbasiah, Manshur, ia menuliskan, “Dari Muhammad bin Abdillah, Mahdi,… ”34

Muhammad bin Abdillah memulai tuntutannya pada akhir pemerintahan khalifah Umayah. Muhammad menjadi kuat dan berusaha mendapatkan dukungan khalifah Umayah terakhir, Marwan bin Muhammad (132/750), tetapi khalifah tidak mengindahkannya. Abu Abbas Falasti berkata kepada Marwan, “Muhammad bin Abdillah berusaha mendapatkan kekuasaan karena ia menyatakan dirinya sebagai Mahdi.” Marwan membalas, “Apa yang akan ia lakukan? (Mahdi) bukanlah dirinya, atau ayah dari nenek moyangnya. Ia adalah putra dari seorang budak wanita.”35

Ketika Marwan berkata bahwa Mahdi bukanlah ayah keturunannya, maksudnya keturunan Imam Hasan as, karena Mahdi as adalah keturunan Imam Husain as dan putra dari seorang hamba sahaya wanita (ummu walad). Bahkan Marwan mengetahui hadis-hadis ini karena itu ia tidak mengindahkan Muhammad bin Abdillah. Hal ini menunjukkan bahwa versi hadis yang benar dari Nabi Muhammad beredar luas pada saat itu.

Ada juga kemungkinan bahwa kalimat-kalimat palsu dilakukan oleh khalifah Abbasiah, Abdullah Manshur, yang memanggil putranya Mahdi. Muslim bin Qutaibah berkata, “Mansyur memanggilku dan berkata, 'Muhammad bin Abdillah memberontak dan ia menyebut dirinya Mahdi. Demi Allah, ia bukanlah Mahdi. Aku akan mengatakan sesuatu yang lain yang tidak pernah aku katakan kepada siapa pun sebelumnya, dan setelah kalian. Demi Allah, putraku bukanlah Mahdi juga, … tetapi aku memanggilnya demikian agar ia memperoleh masa depan yang baik.'”36

Selain itu, khalifah Manshur menciptakan 'hadis' berikut. Diriwayatkan oleh Hakim bahwa Ibnu Abbas berkata, “Empat orang ini berasal dari kami, Ahlulbait; Saffah, Mundzir, Manshur, dan Mahdi.”

Jelaslah bahwa dengan menciptakan riwayat di atas, Manshur memutuskan rangkaian khalifah Abbasiah dan memasukkan namanya sendiri dan nama putranya, Mahdi, di antara Ahlulbait. Ibnu Abbas tidak pernah mengucapkan kalimat seperti itu dan ia sendiri tidak termasuk ke dalam Ahlulbait, apalagi penguasa-penguasa Abbasiah.

Dari semua penjelasan di atas, dapat dilihat bahwa kepalsuan riwayat yang memberi kalimat tambahan, berasal dari Muhammad bin Abdillah dan/atau khalifah Abbasiah, Mahdi. Di sini bukan tempat kita memeriksa hadis secara kritis tetapi hanya menunjukkan latar belakang sejarah mengenai hal itu.

Sebagaimana yang telah disebutkan, ulama Sunni menolak riwayat yang satu itu. Berikut ini nama-nama ulama Sunni yang menulis bahwa Imam Mahdi telah lahir, dan merupakan satu-satunya putra Imam Hasan Askari as. Ia masih hidup dan saat ini gaib dan akan muncul kembali untuk menegakkan pemerintahan yang adil. Mereka sepakat dalam hal ini dengan kaum Syi`ah.

Kamaluddin bin Thalhah, dalam bukunya Matalib as-Su`aal Fi Manaqib Aal ar-Rasul;

Sulaiman bin Ibrahim Qunduzi Hanafi (dikenal sebagai Khawajah Kalan), dalam bukunya Yanabi` al-Mawaddah yang juga membenarkan dari sumber-sumber hadis Sunni bahwa mencintai Ahlulbait adalah satu-satunya jalan yang benar dan aturan Islam;

Abu Abdillah Muhammad bin Yusuf Ganji, Syafi`i (658), penulis buku al-Bayan fi Akhbar Shahib az-Zaman dan Kifayah at-Talib;

Syekh Nuruddin Ali bin Muhammad bin Sabbagh, Maliki, dari Mekkah, dalam bukunya, al-Fush al-Muhimmah, hal. 310-319.

Ahmad bin Ibrahim bin Hasyim Baladzuri adalah salah satu ulama besar dan ahli hadis yang juga membenarkan Imamah dan kegaiban Imam keduabelas dalam bukunya yang berjudul al-Hadits al-Mutassalsil;

Ibnu Arabi (Muhyiddin Muhammad bin Ali bin Muhammad Arabi), Hanbali, dalam bukunya al-Futuhat al-Makkiyyah (bab 366) membahas secara rinci tentang kelahiran Mahdi, putra Askari, dan kedatangannya kembali sebelum Hari Kiamat.

Ibnu Khashab (Abu Muhammad Abdullah bin Ahmad bin Ahmad bin Khashab), membahas secara rinci tentang Imam keduabelas dalam buku biografi berjudul Tawarikh Mawalid al-A`immah wa Wafiyatihim;

Syekh Abdullah Sya`rani (905), Sufi terkenal, dalam karyanya Yaqaqit, bab 66, membahas kelahiran dan kegaiban Imam keduabelas. Ia juga membahas secara lengkap tentang Imam Mahdi as dalam bukunya yang lain berjudul Aqa`id al-Akabir;

Syekh Hasan Iraqi yang menerima Imam keduabelas, memuji Sya`rani sebagai seorang sufi yang saleh dan terpelajar, dan meriwayatkan kisah pertemuan Sya`rani dengan Imam keduabelas;

Sayid Ali, dikenal sebagai Khawas, guru Sya`rani, juga meyakini Imam keduabelas. Ia membenarkan apa yang dinyatakan Syekh Hasan mengenai pertemuan Sya`rani dengan Imam ke dua belas;

Nuruddin Abdurrahman bin Ahmad, dikenal sebagai Mullah Jami, dalam bukunya, Syawahid an-Nubuwah (bukti kenabian Nabi Muhammad) membahas kelahiran Imam keduabelas dan pernyataannya sangat sepakat dengan riwayat Syi`ah;

Muhammad bin Mahmud Bukhari, Hanafi, dikenal sebagai Khawajah Farsa dalam bukunya Fasl al-Khitab memberi penjelasan tentang kelahiran, kegaiban, dan kemunculan kembali Imam kedua belas;

Syekh Abdul Haq Dehlawi, dalam bukunya Jazb e Qulub, meriwayatkan pernyataan Hakima, putri Imam kesembilan yang diminta Imam keduabelas, Imam Askari, untuk menemani Narjis, ibunda Imam terakhir di malam terakhir ketika ia melahirkan putranya;

Sayid Jamaluddin Husaini Muhaddits, penulis buku terkenal Rawdhat al-Ahbab. Menurut Dayar Bakri, Mulla Ali Qari, Abdul Haqq Dehlawi, buku itu merupakan salah satu sumber yang dapat dipercaya. Penulis menyebutkan Imam keduabelas dalam istilah yang sangat referensial. Ia menyatakan, “Kelahiran cahaya yang dijanjikan dan penunjuk jalan terjadi pada tanggal 15 Sya`ban pada tahun 225 H di Samarra.” Ia menggambarkan Imam dengan kalimat sebagai berikut, “Mahdi Muntazhar (Mahdi yang dinantikan), Khalaf Shalih (penerus yang saleh), Shahibuzzaman (pemilik zaman);

Arif Abdurrahman Sufi, dalam karyanya Mir`at al-Asar (Cermin Misteri) membahas secara rinci kelahiran, dan kegaiban Imam kedua belas;

Ali Akbar bin Asad Allah Maududi, dalam bukunya, Mukasyafah (Penyingkapan), yang merupakan tafsiran Nafahat al-Uns karya Abdurrahman Jami, membenarkan keberadaan Imam Mahdi sebagai titik pusat petunjuk setelah ayahnya, Imam Hasan Askari yang juga merupakan pusat petunjuk Imamah;

Malik Ulama Dulatabadi yang merupakan seorang ulama terkenal, dalam bukunya Hidayah as-Sa`dah membenarkan kepemimpinan dan kegaiban Imam Mahdi;

Nasr bin Ali Jahzami Nasri, salah satu perawi hadis yang paling dipercaya yang telah dipuji Khatib al-Baghda dalam buku sejarahnya, dan Yusuf Ganji Syafi`i, dalam bukunya Manaqib, telah mengenalkan Nasr sebagai salah satu guru dari al-Bukhari dan Muslim. Nasr menegaskan keberadaan Qa`im aali Muhammad ('penopang' di antara keluarga Muhammad), salah satu di antara para Imam dari keluarga Nabi Muhammad saw yang tugasnya menegakkan Islam di seluruh muka bumi ini;

Mulla Ali Qari, salah satu ahli hadis terkemuka, dalam buku terkenalnya, Mirqat, membahas Imam Mahdi setelah ia menyebutkan pernyataan terkenal Nabi Muhammad yang menyatakan bahwa sepeninggalnya akan datang dua belas penerus (khalifah). Mulla Ali menyatakan tentang kekuasaan mereka dan tidak adanya perbedaan di antara mereka karena mereka adalah pemimpin-pemimpin yang benar;

Kazi Jawad Sibti adalah orang Nasrani tetapi kemudian ia masuk Islam. Ia menulis buku berjudul Barahin Sibtiyyah (Bukti-bukti yang dikemukakan Sibti), yang merupakan penyangkalan penulis-penulis Nasrani. Ia meriwayatkan kenabian dari Nabi Ashaya mengenai kedatangan seorang lelaki dari keturunan terpilih dari garis keturunan Nabi Adam yang terpilih yang akan menjadi singgasana ruh. Dengan kata lain, ia akan mengisi ruh kebijaksanaan, simpati, keadilan, ilmu pengetahuan, dan menjadi orang yang sangat bertakwa kepada Allah. Allah menganugerahinya akal yang tinggi dan agung dan menjadikannya kuat. Keputusannya diambil berdasarkan berita yang ia dengar dari dunia luar, tetapi ia memiliki pandangan yang diberi petunjuk tentang segala sesuatu dan menilai umat berdasarkan apa yang benar-benar ada di hati-hati mereka. Ia lebih jauh menyatakan bahwa caranya menilai sangat berbeda dan tidak sama dengan rasul atau wali Allah manapun. Umat Islam sepakat bahwa gambaran Mahdi seperti ini merupakan keturunan Fathimah binti Muhammad saw. Nampaknya pandangan Syi`ah merupakan tafsiran kenabian sesungguhnya yang benar.

Sibt bin Jauji, Hanafi, (Syamsuddin Abul Muzhaffar Yusuf), penulis buku Tathkirat al-Khawas, hal. 325-328, menyebutkan dua puluh dua nama orang yang diyakini kaum Muslimin hidup hingga 300-3000 tahun! Ia juga menulis tentang Imam keduabelas sebagai berikut, “Ia (Mahdi) adalah Muhammad bin Hasan bin Ali bin Muhammad bin Ali bin Musa Ridha. Namanya adalah Abu Abdillah dan Abu Qasim as. Ia adalah penerus terakhir Nabi Muhammad saw. Ia adalah Imam terakhir dari keluarga Nabi Muhammad saw. Ia adalah bukti Allah yang kuat (al-Hujjah). Ia adalah Pemilik Zaman (Shahib az-Zaman). Ia adalah orang yang dinantikan (al-Muntazhar).”

Abu Bakar Ahmad bin Hasan Baihaqi, ahli fiqih Syafi`i terkemuka, membenarkan kelahiran putra Imam Askari dan menyatakan bahwa ia adalah Imam Mahdi yang dinantikan itu;

Syekh Sadruddin, dikenal sebagai Hamawi, telah menulis sebuah buku tentang Imam terakhir dari keluarga Nabi Muhammad saw. Ia mengutip sebuah hadis Nabi Muhammad sebagai berikut, “Orang-orang terpelajar dari para pengikutku berada di antara barisan para nabi dari Bani Israil,” dan merupakan dua belas Naqib (pemimpin) Bani Israil (lihat QS. 5:12). Tetapi, wali terakhir, yang merupakan penerus Nabi yang terakhir, wali keduabelas terdapat dalam garis keturunan Aulia, yaitu Mahdi, Shahib az-Zaman, nama dan julukannya tidak boleh digunakan untuk orang lain.

Syekh Ahmad Jami, (seperti yang dikutip oleh Qunduzi, penulis Yanabi al-Mawaddah, dan Qadhi Nur Allah penulis Majalis al-Mu`minin) menulis puisi berikut ini.

Hati ini dipenuhi kecintaan kepada Haydar

Di sisi Haydar, Hasan adalah penunjuk jalan dan Pemimpin kami

Debu-debu di telapak kaki Husain

Adalah celak di mataku.

Al-Abidin, penghias seluruh orang-orang yang taat

Bagaikan mahkota di kepalaku.

Al-Baqir adalah cahaya kedua mataku

Agama yang Ja`far bawa adalah benar dan jalan yang Musa tawarkan adalah jalan yang lurus.

Wahai orang-orang yang taat: dengarlah aku yang memuji raja sekalian raja (ar-Ridha)

Yang terkubur di Khurasan

Setitik debu pusaranya adalah penawar seluruh rasa sakit

Pemimpin orang-orang yang beriman adalah at-Taqi, Wahai kaum Muslimin

Jika kalian mencintai at-Taqi melebihi siapapun

Kalian telah melakukan hal yang tepat dan benar.

Al-Askari adalah cahaya mata Adam dan dunia ini

Dimanakah kita menemukannya, di dunia ini,

seorang pemimpin seperti al-Mahdi?

Syekh Amir Ibnu Basri telah membuat sebuah elegi (pujian) berjudul Qasidah Tayya. Isinya mengandung hal-hal mistis, ilmu, teosofi, kebenaran, dan persoalan etika. Berikut ini bait yang dikutip.

Wahai Imam Mahdi! Berapa lama engkau akan disembunyikan?

Bantulah kami, wahai ayah kami, dengan balasanmu!

Kami merasa bersedih karena waktu penantian begitu panjang.

Demi Tuhanmu, karuniakanlah kami dengan orang-orang yang mendengarkanmu.

Wahai pusat dari sekalian makhluk! Segerakanlah kedatangan, orang tercinta kami!

Kembalikanlah, sehingga kami dapat menikmati keberadaannya.

Sesungguhnya, yang demikian merupakan kebahagian yang sangat besar

Karena seorang pencinta akan menemui orang yang dicintainya setelah lama tiada

Husain bin Hamdan Husaini, dalam bukunya al-Hidayyah menyebutkan Imam keduabelas, pemilik zaman, putra Imam kesebelas, Imam Hasan Askari.

Penulis biografi terkenal, Ibnu Khallakan, dalam bukunya Wafayat al-A`ayan, membahas secara rinci tentang kelahiran Imam keduabelas.

Ibnu Azraq, seperti yang dikutip oleh Ibnu Khallakan, membenarkan keberadaan Imam keduabelas.

Ibnu Wardi, sejarawan, dalam karyanya membenarkan kelahiran putra Imam Askari pada tahun 255 H.

Sayid Mukmin Syablanji dalam karyanya Nur al-Abshar menguraikan asal muasal Imam Muhammad Mahdi as.

Dari semua ini dan banyak lagi, orang-orang yang tidak percaya pada kelahiran Imam Mahdi dan hidupnya saat ini tidak memiliki bukti atas kenyataan yang telah disepakati ini, padahal mereka masih dapat mengetahui kebenaran hadis mengenai Imam Mahdi. Rasulullah saw berkata, “Barangsiapa yang mati tanpa mengenal Imam zamannya, ia mati dalam keadaan jahiliah (zaman sebelum Islam).”

Pentingnya Keberadaan Imam Mahdi as

Artikel ini membahas perlunya seorang wakil Allah di muka bumi ini sepanjang waktu. Musuh-musuh Syi`ah memprotes bahwa meskipun kaum Syi`ah menganggap seorang Imam perlu ada untuk menjelaskan perintah-perintah dan mengajarkan agama, serta memberi petunjuk kepada umat, kegaiban Imam adalah negasi dari tujuan ini, karena seorang imam yang gaib yang tidak dapat dicapai umat manusia tidak akan bermanfaat atau efektif. Musuh-musuh Syi`ah ini menganggap bahwa apabila Allah berkehendak untuk mengadakan seorang Imam untuk mengubah umat manusia, Ia dapat menciptakannya pada waktu yang diperlukan dan tidak perlu menciptakannya ribuan tahun yang lalu.

Untuk menjawab hal ini, perlu dinyatakan bahwa orang tersebut tidak paham dengan makna Imam, karena tugas seorang imam tidak hanya menjelaskan ilmu agama dan petunjuk eksternal umat. Hal yang sama bahwa ia memiliki tugas memberi petunjuk luar, tetapi Imam juga membawa fungsi sebagai wilayah dan petunjuk internal manusia. Imam yang ditunjuk Allah mengarahkan kehidupan spiritual manusia dan orientasi aspek tindakan manusia yang terdalam kepada Allah. Jelasnya, keberadaan dan ketiadaan fisiknya tidak berpengaruh pada hal ini. Imam adalah wakil Allah (khalifah Allah) di muka bumi, dan wali-Nya. Ia merupakan penghubung antara langit dan bumi, dan ditunjuk Allah sebagai penghubung sekalian makhluk. Keberadaannya selalu diperlukan meskipun masanya belum tiba untuk keberadaan fisiknya dan rekonstruksi universal yang mewujudkannya.

Kami akan memberi contoh untuk menjelaskan persoalan yang halus ini. Setiap manusia memerlukan darah untuk melanjutkan hidupnya, dan keberadaan darah penting di setiap momen hidup. Kebutuhan ini tidak bebas dari Allah. Adalah Allah yang menciptakan kebutuhan ini bagi manusia. Hal yang sama pula pada fungsi Imam atas sekalian makhluk yang tidak bebas dari Allah. Adalah Allah yang menciptakan kebutuhan ini bagi alam semesta dan Allah memenuhinya. Allah Swt berkehendak para penduduk bumi tidak dapat hidup tanpa keberadaan wakilnya di muka bumi, sama juga bahwa Allah berkehendak tubuh kita tidak dapat bertahan hidup tanpa darah.

Seorang Imam yang ditunjuk Allah adalah manusia, tetap menjadi manusia tidak berarti bahwa ia tidak memiliki otoritas atas manusia lainnya dengan Izin Allah. Semakin dekat manusia kepada Allah, semakin besar otoritas yang akan ia miliki. Kedekatan kepada Allah diperoleh melalui ketaatan dan kesalehan. Ketika seseorang mencapai tingkat sempurna, ia tidak memiliki keinginan terhadap apapun kecuali perintah Allah. Imam bukanlah Allah, tetapi ia sangat didukung oleh kekuatan Allah. Ia dianugerahi otoritas sebagaimana yang dinyatakan ayat-ayat Quran di bawah ini. Otoritas ini berasal dari Allah dan dikendalikan oleh-Nya.

Contoh lain adalah sebuah perusahaan dengan seorang pemimpin, beberapa menajer dan pegawai. Orang yang dekat dengan pemimpin (dalam kedudukannya dan aspek lain) memiliki otoritas yang lebih dibandingkan orang lain. Otoritas ini tidak sama dengan otoritas pemimpin, dan tetap ada sepanjang pemimpin inginkan. Orang yang diberi otoritas tidak merasa bebas dan dapat berbuat segala sesuatu yang bertentangan dengan perintah pemimpin, jika tidak posisinya akan diambil darinya. Pemimpin perusahaan menunjuk orang itu untuk menjalankan tugas.

Hal yang sama, seorang Imam yang ditunjuk Allah, tidak memiliki kekuasaan yang sama dengan Allah, dan otoritasnya tidak bebas dari Allah karena Allah tidak menyerahkan kekuasaan dan kekuatannya kepada siapa pun. Apabila Ia memberi hamba-Nya yang saleh kekuatan dan kekuasaan, Ia masih akan mengendalikan orang itu. Quran menyatakan bahwa Allah Swt menunjuk beberapa Imam dengan memberi mereka otoritas untuk memberi petunjuk kepada manusia, Dan Kami tunjuk para Imam yang memimpin dengan perintah Kami dan Kami wahyukan kepada mereka perbuatan-perbuatan baik.(QS. al-Anbiya :73). Juga, Dan Kami tunjuk dari mereka para Imam yang memberi petunjuk dengan perintah Kami karena mereka sabar dan sangat yakin terhadap ayat-ayat Kami. (QS. as-Sajdah : 24).

Selain itu, pada tafsir ayat Quran, Dan lihatlah! Sesungguhnya Aku mengampuni orang yang bertobat dan beriman dan beramal kebajikan, dan setelah itu menerima petunjuk (QS. Tha Ha : 82). Ibnu Hajar menyebutkan bahwa tafsiran ini diriwayatkan dari Imam Muhmmad Baqir as juga Tsabit Lubnani, bahwa, akhir ayat bersebut artinya 'Ia diberi petunjuk tentang wilayah Ahlulbait'.37

Allah juga berfirman, Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah, dan taatilah rasul dan orang-orang di antara kalian yang telah Allah beri kekuasaan. (QS. an-Nisa : 59).

Imam-imam manakah yang telah Allah beri kekuasaan dan harus ditaati selain Rasulullah saw? Ayat Quran di atas membuktikan bahwa Imam yang ditunjuk Allah memiliki kekuasaan dan ia memberi petunjuk. Kekuasaan Imam tidak terbatas pada sekelompok orang tetapi meliputi setiap makhluk lain (lihat QS. Ya Sin :12 yang menggunakan kata Imam untuk tetap sesuai dengan konteksnya). Sekali lagi, kekuasaan ini dikendalikan oleh Allah Swt.

Pada ayat lain Allah berfirman, (Wahai Muhammad!) Engkau tidak lain adalah seorang Pembawa Peringatan, dan bagi setiap kaum ada seorang Penunjuk Jalan. (QS. ar-Ra`d : 7)

Nabi Muhammad saw adalah seorang Pembawa Peringatan, dan para Imam dari Ahlulbaitnya merupakan Penunjuk Jalan bagi kaum di zamannya. Sebenarnya, mufassir Sunni berikut ini meriwayatkan bahwa kata 'Penunjuk Jalan' pada ayat di atas adalah Ali bin Abi Thalib: Tafsir at-Thabari, jilid 13, hal. 72; Tafsir al- Kabir, oleh Fakhrurrazi, ketika menafsirkan surat 13:7; Tafsir al-Durr al-Mantsur, oleh Suyuthi, ketika menafsirkan surat 13:7; Kanz al-Ummal, oleh Muttaqi Hindi, jilid 6, hal. 157; Nur al-Abshar, oleh Syablanji, hal. 70; Kunuz al-Haqa`iq, oleh Manawi, hal. 42.

Apabila harus ada Penunjuk Jalan pada setiap zaman, seperti yang dinyatakan surat 13:7, maka pertanyaannya adalah siapa penunjuk jalan saat ini? Pasti ada seorang Imam yang hidup di setiap waktu, agar ayat di atas masuk akal. Ini merupakan bukti lain bahwa Imam Mahdi as masih hidup. Selain itu, Allah berfirman, Yang Allah berikan (di muka bumi ini) lebih baik bagimu jika kamu adalah orang-orang beriman. (QS. Hud : 86)

Ayat di atas merupakan bukti lain bahwa ada seseorang pada setiap zaman yang diselamatkan Allah (Baqiyah Allah) di muka bumi ini untuk melanjutkan perjuangan agama dan ia adalah Pemimpin zaman itu, dan kedudukan ini tidak pernah kosong selama bumi berisi walau hanya satu manusia.

Hal ini sebenarnya merupakan ajaran kaum Syi`ah bahwa sebuah 'Bukti (hujjah) Allah' harus selalu ada di muka bumi ini karena bumi terus berfungsi sebagai tempat tinggal bagi manusia. Hujjah itu bukan dewa atau pemberi kehidupan, tetapi karena Allah menciptakan dunia ini bagi hamba-hamba-Nya yang paling baik. Ciptaan Allah yang paling baik adalah orang yang paling taat kepada-Nya setiap waktu. Makhluk-makhluk lain dianggap objek sekunder di mata Allah. Selain itu, ada hadis-hadis yang menyatakan bahwa apabila hanya ada satu manusia di muka bumi ini, ia adalah 'Bukti (hujjah) Allah'. Hal ini menyiratkan arti bahwa Allah tidak membiarkan manusia di muka bumi ini tanpa wakil-Nya. Pada zaman para nabi, hujjah tersebut adalah mereka. Sekarang, tidak ada nabi setelah Nabi Muhammad, hujjah-nya adalah Ahlulbait yang masih hidup di setiap zaman hingga Hari Kebangkitan. Perlunya keberadaan Hujjah di muka bumi ini berarti bahwa dunia ini akan berakhir ketika Imam terakhir meninggal.

Selain yang kami kutip dari Quran, mari kita kutip beberapa hadis dari sumber Sunni yang mendukung kebenaran di atas. Ibnu Hanbal dan yang lainnya meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda, “Bintang membantu penduduk muka bumi agar tidak tenggelam, dan Ahlulbaitku adalah pelindung umatku dari perdebatan (masalah agama). Oleh karena itu, kelompok bangsa Arab yang menentang Ahlulbaitku akan terpecah belah dan menjadi (kelompok) sesat.”38

Ibnu Hajar menyebutkan dua hadis di atas dan juga hadis-hadis serupa ketika ia menafsirkan ayat Quran berikut ini, Allah tidak menyiksa mereka ketika kamu ada di antara mereka.(QS. al-Anfal : 33). Kemudian Ibnu Hajar menafsirkan bahwa, “Ahlulbait adalah wasiat bagi para penghuni bumi sama seperti Rasulullah yang merupakan wasiat bagi mereka.” Pada halaman selanjutnya, setelah menyebutkan sebuah hadis dari Shahih Muslim yang menyatakan bahwa setelah berakhirnya pemerintahan yang adil di akhir zaman, sebelum Hari Kiamat tiba, Allah menghembuskan angin yang mencabut semua jiwa orang-orang beriman dan yang tersisa hanya jiwa orang-orang berdosa ketika gempa bumi Hari Kebangkitan terjadi. Kemudian Ibnu Hajar memberi komentar.

Menurut pendapat saya, hadis tersebut merujuk pada Ahlulbait, karena Allah menciptakan dunia ini untuk Nabi dan menjadikan keberadaannya kondisional bagi keberadaan Ahlulbaitnya karena mereka memiliki keutamaan-keutamaan yang sama dengan Nabi Muhammad sebagaimana yang disebutkan Razi, dan karena Nabi Muhammad menyatakan keutamaan-keutamaan mereka bahwa, “Ya, Allah! Mereka berasal dariku dan aku berasal dari mereka.” Karena mereka bagian darinya, sebagai ibu mereka, Fathimah adalah bagian dari dirinya. Dengan demikian, mereka (Ahlulbait) juga merupakan wasiat bagi muka bumi (sama seperti yang dinyatakan ayat di atas tentang Nabi Muhammad).39

Pada hadis lainnya, diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad saw ditanya, “Apa yang akan terjadi dengan umat setelah Ahlulbait?” Ia menjawab, “Mereka akan seperti keledai dengan punggung yang rapuh.”40

Hadis-hadis ini, dengan demikian, tidak menciptakan keraguan mengenai keberadaan Ahlulbait di setiap zaman, dan bahwa Imam zaman, Imam Mahdi as, masih hidup.

Nabi Muhammad saw bersabda, “Hormatilah Ahlulbaitku di antara kalian seperti kepala pada tubuh, atau mata pada wajah, karena wajah diberi petunjuk oleh mata.”41

Nabi Muhammad juga bersabda, “Di setiap generasi pada umatku selalu ada anggota Ahlulbaitku yang adil dan beriman untuk menentang perubahan dan kerusakan dalam agamaku yang diciptakan oleh orang-orang yang sesat, memusnahkan kelompok yang tidak benar dan menentang penyalahartian orang-orang bodoh. Waspadalah! Pemimpinmu adalah walimu di hadapan Allah. Oleh karena itu berhati-hatilah kamu mengangkat walimu.”42

Berikut ini ucapan pemimpin orang-orang beriman, Ali bin Abi Thalib, “Aku dan keturunanku yang suci serta anggota keluargaku yang beriman adalah orang-orang yang paling berduka di masa kecil dan ketika kami dewasa, kami adalah orang-orang yang paling bijaksana. Kami adalah penghubung yang dengannya Allah menghancurkan kebatilan dan meluluhlantahkan srigala-srigala yang haus darah serta membawamu kepada kemerdekaan dengan melepaskan tali-tali yang mencekik lehermu. Allah berkehendak untuk memulai segala sesuatu melalui kami, dan menyempurnakannya melalui kami.”43

Istilah-istilah yang jelas dan mutlak yang digunakan Nabi Muhammad saw untuk membimbing kita pada persoalan ini dalam hadis-hadis yang disebutkan di atas tidak dapat ditandingi atau dilebihi oleh bahasa lain. Istilah Ahlulbait tidak meliputi seluruh keluarga Nabi Muhammad saw. Julukan ini hanya sesuai untuk orang-orang yang menduduki kedudukan Imam atas kehendak ilahi, sebagaimana yang ditegakkan oleh akal dan ditopang oleh hadis. Ulama-ulama terkemuka dari sebagian besar kelompok umat Islam mengakui hal ini. Contohnya, Ibnu Hajar menulis dalam ash-Shawa`iq al-Muhriqah, “Ahlulbaitku, yang telah Rasulullah angkat sebagai pelindung, adalah orang-orang terpelajar di antara keluargaku, karena petunjuk hanya dapat diperoleh melalui mereka. Mereka laksana bintang-bintang yang membimbing kita ke arah yang benar, dan apabila bintang itu dihilangkan atau disembunyikan kita akan berhadapan dengan tanda Kebesaran Allah yang dijanjikan (Hari Kiamat). Ini akan terjadi ketika Mahdi datang, sebagaimana yang disebutkan dalam hadis-hadis, dan Nabi Isa akan shalat di belakangnya, Dajjal akan dibunuh, kemudian tanda-tanda kebesaran Allah akan muncul saling berganti.”44

Itulah mengapa wafatnya Imam kedua belas menyebabkan berakhirnya dunia ini, dan inilah salah satu alasan mengapa ia harus hidup. Di tempat lain Ibnu Hajar menulis, “Hadis-hadis yang menjelaskan perlunya ketaatan kepada Ahlulbait hingga Hari Kiamat, juga menyiratkan arti bahwa keberadaan orang-orang beriman dari keluarga Nabi Muhammad tidak akan hilang hingga Hari Kiamat demikian juga dengan Kitab Allah.”45

Kegaiban Imam keduabelas terdiri dari dua bagian. Pertama, kegaiban kecil (Ghaybah as-Sughra) yang dimulai tahun 259/873 dan berakhir pada 329/939, berlangsung selama tujuh puluh tahun. Pada periode itu, orang-orang berhubungan dengannya melalui empat wakil khusus. Empat orang ini mengetahui di mana Imam berada dan dapat berhubungan secara langsung dengannya. Periode ini berfungsi untuk menyiapkan para pengikutnya hingga ketiadaan Imam.

Kedua, kegaiban besar yang terjadi pada tahun 329/939 dan berlangsung selama Allah Swt kehendaki. Tidak ada wakil khusus untuk berhubungan secara langsung dengannya pada periode ini, dan ulama-ulama umat Muslim adalah wakil-wakil secara umum pada waktu ini tanpa dapat bertemu dengannya. Mungkin Imam menampakkan dirinya kepada seseorang selama kegaiban besar ini, tetapi tidak pernah terjadi secara teratur, dan tidak terlibat dalam pertemuan langsung, dan tidak seorang pun dapat bertemu dengannya kapan pun ia mau. Selain itu, meskipun Imam menampakkan dirinya pada seseorang, ajaran kaum Syi`ah dengan jelas menyatakan bahwa Imam tidak akan memberinya perintah. Sebenarnya, adanya pernyataan menerima perintah atau aturan dari Imam keduabelas pada periode kegaiban besar dinyatakan sebagai bukti kesalahan dari pernyataan itu sendiri. Tidak ada tempat atau rumah yang spesifik yang dinyatakan sebagai tempat di mana Imam berada dan tidak seorang pun mengetahuinya kecuali Allah Swt, dan ia telah dilihat oleh orang-orang yang berbeda-beda di sepanjang hidupnya di berbagai tempat di dunia ini.

Imam Mahdi as menulis melalui salah satu wakil khususnya pada periode kegaiban kecil, “Yakinlah, tidak ada seorang pun yang memiliki hubungan yang khusus dengan Allah. Barangsiapa yang menyangkalku, ia bukan umatku. Munculnya penawar (al-Faraj) hanya bergantung kepada Allah. Oleh karena itu, barangsiapa yang menentukan suatu waktu pada kedatanganku, ia telah berdusta. Manfaat kedatanganku, laksana manfaat matahari yang tertutup awan di mana mata tidak dapat melihatnya. Sesungguhnya, keberadaanku merupakan wasiat bagi penduduk bumi. Banyak-banyak berdoalah kepada Allah untuk mempercepat kedatangan Sang Penawar, karena dalamnya terdapat penawar bagi penderitaanmu.”

Petunjuk dapat berbeda-beda caranya. Perlukah kita melihat Allah Swt untuk membimbing kita? Bagaimana dengan Nabi yang telah wafat? Hadis Imam Mahdi as di atas memberikan analogi yang menarik. Apabila kita ingin melihat jalan kita dan agar berjalan dengan aman, kita memerlukan cahaya. Matahari memberi cahaya ini bagi kita meskipun tertutup awan di mana mata tidak dapat melihatnya secara langsung. Hal yang sama, kita mendapat manfaat dari petunjuk Imam Mahdi as meskipun kita tidak melihatnya selama masa kegaibannya.

Sebagaimana yang telah saya sebutkan sebelumnya, Imam Mahdi dan semua Imam lainnya serta para rasul adalah makhluk ciptaan Allah yang paling baik. Mereka tidak kekal. Dalam beberapa buku Syi`ah terjemahan bahasa Inggris, kata seperti 'Imam Allah' atau 'Rasulullah' digunakan. Dengan melihat buku aslinya, jelaslah bahwa yang dimaksud penerjemah dengan 'pemimpin Allah” adalah 'pemimpin yang ditunjuk Allah', yakni seorang pemimpin yang telah diangkat oleh Allah Swt (bukan oleh manusia). Kata di atas jangan diartikan bahwa pemimpin-pemimpin itu kekal. Ini hanyalah persoalan pemahaman kata tersebut. Meskipun terdapat beberapa buku Islam yang diterjemahkan secara kurang baik, kata-kata ambigu yang menimbulkan tanya pada para pembaca jarang ditemukan.

Imam Mahdi as juga bukan seorang rasul, dan ia pun tidak akan membawa agama baru atau hukum baru. Ia tidak akan menggugurkan aturan yang telah dibuat oleh Nabi Muhammad saw, tetapi ia akan menegakkan Islam yang benar berdasarkan sunnah Nabi Muhammad saw yang asli. Tetapi, ada beberapa hadis sahih yang menyatakan bahwa meskipun Imam tidak membawa hukum baru ketika ia datang, beberapa orang berkata, “Ia membawa agama baru.” Hadis ini lebih jauh menjelaskan bahwa hal itu disebabkan oleh banyaknya ciptaan-ciptaan dalam agama Islam yang dibuat oleh ulama. Misi Imam Mahdi adalah menolak semua ciptaan itu dan menghidupkan sunnah Nabi Muhammad saw yang telah dikotori umat sepanjang sejarah. Akibat ketidaktahuan orang-orang terhadap sunnah yang benar, mereka mengira bahwa ia membawa agama baru. Beberapa hadis menyatakan bahwa Imam Mahdi juga akan memberi penafsiran Quran yang berbeda.

Hal-hal Lain Mengenai Imam Mahdi as

Pandangan kaum Syi`ah mengenai Imam Mahdi yang masih hidup bukanlah sesuatu yang sulit dipercaya apabila beriman kepada Allah Swt dan Kitab-Nya, Quran. Memang, Syi`ah dengan tegas membenarkan konsep Imam Mahdi as yang masih hidup dan tidak menentang Quran dengan cara, bentuk, atau jalan apa pun.

Bagi orang-orang beriman yang hatinya dipenuhi oleh cinta dan takwa kepada Allah Swt, tidak ada keraguan untuk menerima doktrin tentang Mahdi as. Karena kita, sebagai orang-orang yang bertakwa kepada Allah Swt, meyakini banyak hal yang tersembunyi, tak diketahui, ajaib dan nampaknya mustahil yang dinyatakan dalam Quran. Hal itu tidak hanya dinyatakan dalam Quran tetapi seorang muslim harus tunduk dan meyakini peristiwa ini. Kami juga yakin bawa Allah mampu melakukan segala sesuatu dan tidak ada yang sulit atau mustahil bagi-Nya. Allah menegaskan dengan jelas bahwa apabila Ia menginginkan sesuatu, yang Ia lakukan hanyalah mengatakan, “Jadilah! Maka terjadilah hal itu.”

Mari kita lihat beberapa contoh peristiwa mukzijat yang diriwayatkan Quran. Perhatikanlah bahwa tidak satu pun pada ayat-ayat berikut atau kisah-kisah berikut terjadi, kecuali karena Allah Swt.

Kita, sebagai muslim yang beriman, percaya kepada Allah Swt ketika Ia berfirman dalam Quran bahwa seorang lelaki melintas di sebuah desa dan berkata kepada dirinya sendiri, “Bagaimana Allah menghidupkan negeri yang mati ini?” Allah, sebagai jawabannya, mematikan orang itu selama seratus tahun dan menghidupkannya kembali. Kemudian Allah memberi makanan kepadanya selama seratus tahun. Allah memerintahkan kepada orang itu untuk melihat seekor keledai dan memperhatikan bagaimana Allah menghidupkan kembali keledai itu dengan menyusun tulang-tulangnya dan menyempurnakannya dengan melekatkan daging pada tulang-tulang itu. Ketika lelaki itu melihat, ia berkata, “Sekarang aku yakin bahwa Allah Maha Kuasa, dan mampu melakukan segala sesuatu.”

Kita, sebagai Muslim yang beriman, percaya kepada Allah ketika Ia berfirman dalam Quran bahwa Nabi Ibrahim as mencacah hancur burung dan menyebarnya di setiap ujung gunung dan memanggil mereka. Burung itu pun terbang atas kehendak Allah Swt.

Kita, sebagai Muslim yang beriman, percaya kepada Allah ketika Ia berfirman dalam Quran bahwa api menyala yang disediakan orang-orang kafir untuk Nabi Ibrahim as berubah dingin ketika Nabi Ibrahim as diletakkan dalamnya. Api itu tidak saja berubah dingin tetapi juga berubah menjadi dingin yang sedang agar rasa dingin itu tidak membunuh Nabi Ibrahim as.

Kita, sebagai Muslim yang beriman, percaya kepada Allah ketika Ia berfirman dalam Quran bahwa Nabi Isa as terlahir tanpa seorang ayah atas kehendak Allah Swt. Kita juga yakin bahwa ia tidak mati dan ia akan kembali ke dunia ketika Allah berkehendak.

Kita, sebagai Muslim yang beriman, percaya kepada Allah ketika Ia berfirman dalam Quran bahwa Nabi Isa as menghidupkan kembali orang yang telah mati atas izin Allah Swt, menyembuhkan orang sakit, orang buta dan lain-lain.

Kita, sebagai Muslim yang beriman, percaya kepada Allah ketika Ia berfirman dalam Quran bahwa tongkat Nabi Musa as berubah menjadi seekor ular. Kita juga percaya bahwa laut dibelah menjadi dua agar jalan yang aman terbentang bagi umat Yahudi untuk melarikan diri dari penganiayaan Firaun.

Kita, sebagai Muslim yang beriman, percaya kepada Allah ketika Ia berfirman dalam Quran bahwa air sungai Nil berubah menjadi darah atas izin Allah.

Kita, sebagai Muslim yang beriman, percaya kepada Allah ketika Ia berfirman dalam Quran bahwa Nabi Sulaiman as mengerti bahasa burung dan bercakap-cakap dengan mereka, kemudian dengan semut, jin dan kerajaan Nabi Sulaiman as dapat melayang di atas air; dan kerajaan Ratu Balqis dibawa ke hadapannya dalam sekejap mata. Semuanya dilakukan atas izin Allah Swt.

Kita, sebagai Muslim yang beriman, percaya kepada Allah ketika Ia berfirman dalam Quran bahwa para penghuni Gua (Ahl al-Kahf) dimatikan selama kurang lebih 309 tahun kemudian dihidupkan kembali atas izin Allah Swt.

Kita, sebagai Muslim yang beriman, percaya kepada Allah ketika Ia bersabda dalam Quran bahwa Nabi Khidir masih hidup dan ia bertemu Nabi Musa as ketika mereka menaiki perahu atas izin Allah Swt.

Kita, sebagai Muslim yang beriman, percaya kepada Allah ketika Ia berfirman dalam Quran bahwa setan, yang terkutuk, masih hidup meskipun ia lahir sebelum Nabi Adam as; dan ia mengintai kita dari tempat yang tidak dapat kita lihat atas izin Allah Swt.

Kita, sebagai Muslim yang beriman, percaya kepada Allah ketika Ia berfirman dalam Quran bahwa Nabi Adam as terlahir tanpa seorang ibu dan ayah atas izin Allah Swt.

Kita, sebagai Muslim yang beriman, percaya bahwa Nabi Nuh as hidup lebih dari 950 tahun. Kita, sebagai Muslim yang beriman percaya bahwa Nabi Isa as masih hidup dan sampai sekarang. Kita, sebagai Muslim yang beriman percaya bahwa Nabi Khidir masih hidup.

Semua hal di atas tidak dapat dibuktikan secara saintifik tetapi anda harus menerima dan meyakininya, atau anda bukan seorang Muslim yang total tunduk kepada Allah Swt. Mengapa kita meyakini semua di atas, tetapi kita tidak meyakini Imam Mahdi as?

Sekarang pertanyaannya adalah: apabila anda, seorang yang beriman, diperintahkan untuk meyakini, tidak ada pilihan di sini, semua hal di atas, lalu mengapa anda merasa aneh ketika kaum Syi`ah menyatakan bahwa Imam Mahdi as masih hidup dan akan kembali ketika Allah berkehendak? Apakah anda tidak percaya kepada kebijaksanaan Allah yang tidak terbatas, bahwa Ia akan mendatangkan Imam Mahdi as ketika saatnya tiba? Tidakkah ini janji Allah yang jelas untuk menganugerahi kemenangan kepada agama-Nya?

Selain konsep bahwa ia masih hidup, tidak ada perbedaan yang mendasar antara kaum Sunni dan Syi`ah mengenai Imam Mahdi as. Kedua pihak menyakini kedatangannya menjelang akhir zaman, bahwa Nabi Isa akan shalat di belakangnya ketika shalat berjamaah, dan Imam akan mengisi dunia ini dengan keadilan dan kebenaran seperti sebelumnya dunia ini dipenuhi ketidakadilan dan kebatilan; dan kaum Muslimin akan mengendalikan bumi ini pada zamannya, dan kesejahteraan meliputi dunia sehingga tidak akan ada orang miskin, dan seluruh kaum Muslimin akan bersatu di bawah perintahnya. Marilah kita berdoa bersama-sama kepada Allah Swt agar Ia mempercepat kedatangannya.

Ilmu Gaib dan Ilmu Kitab

Tema ini bertujuan untuk mengklarifikasi dua konsep `Ilm al-Ghaib (ilmu kegaiban) dan `Ilm al-Kitab (ilmu kitab) yang nampaknya membingungkan banyak orang. Artikel ini mengetengahkan referensi dari Quran dan kumpulan hadis dari Sunni dan Syi`ah.

Makna asli dari 'gaib' dalam bahasa Arab adalah 'sesuatu yang tersembunyi', dan makna ini adalah makna yang muncul dalam Quran (an-Nisa:34, Yusuf:52, dan lain-lain). Makna ini menjelaskan makna kebalikan dari 'hadir' yang artinya 'dapat ditangkap indera'. Dengan demikian makna ini berkaitan dengan sesuatu di dunia luar (yakni, maklumat, sesuatu yang diketahui). Kebalikan ghaib/hadir (gaib/terlihat) jangan disamakan dengan kebalikan `ilm/jahl (berilmu/tak berilmu) yang berkaitan dengan perbuatan dalam diri kita untuk mengetahui. Makna gaib dalam dimensi waktu adalah sesuatu yang tidak ada pada saat ini tetapi akan atau sudah ada. Sedangkan makna gaib dalam dimensi ruang adalah keberadaan sesuatu di suatu tempat tetapi tidak di sini.

Kita dapat membagi ilmu pengetahuan menjadi dua bagian; 1) Ilmu sesuatu yang ada saat ini dan hadir di sini (`ilm bil Hadhir), 2) Ilmu sesuatu yang kita ketahui tetapi tidak ada di sini saat ini (`ilm bil Gaib/Gha'ib; ilmu yang tersembunyi dari indera)

Perlu dicatat bahwa pembagian di atas berdasarkan pada makna bahasa secara umum atau makna asli istilah tersbut. Ilmu gaib itu sendiri dapat dibagi menjadi dua. Ilmu yang diperoleh melalui indera perasa tetapi tidak secara langsung. Contohnya, ilmu sejarah yang diperoleh melalui riwayat dari seseorang atau orang lain, khutbah atau tulisan atau penelitian sisa-sisa dan jejak-jejak masa lalu kemudian meyimpulkan fakta sejarah tertentu dari penelitian tersebut. Sedangkan ilmu gaib yang tidak diperoleh melalui indera perasa.

Perlu diperhatikan bahwa ilmu gaib yang pertama dapat diperoleh dengan indera secara normal (lima indera perasa) atau mungkin indera khusus yang telah diberikan kepada seseorang seperti indera telepati, bila ada. Tetapi hanya pada jenis ilmu gaib yang kedua makna teknis/khusus dari ilmu gaib diberikan. Peristiwa bersejarah yang disebutkan dalam Quran dinamakan 'berita gaib' (Hud:49, Yusuf:102, al-Furqan:4-6) yang tidak diperoleh melalui indera perasa.

Quran sangat jelas memberi penjelasan tentang fakta bahwa hanya Allah Swt yang memiliki ilmu gaib (sesuatu yang tersembunyi) di langit dan di bumi. Quran menyatakan bahwa kunci kegaiban di langit dan di bumi hanya ada pada Allah; Di sisi-Nyalah kunci-kunci sesuatu yang gaib. Tidak ada seorang pun yang mengetahuinya kecuali Allah (QS. al-An`am : 59). Dan tidak ada seorang pun yang mengetahui ilmu Allah kecuali Allah menghendaki. Quran bercerita tentang ilmu tersebut dan syafa`at Nabi Muhammad saw serta dua belas pemimpin as bahwa, Siapa yang dapat meminta syafa`at melainkan dengan izin-Nya? Ia mengetahui apa yang ada di hadapan mereka (Nabi dan para Imam as) dan apa yang ada di belakang mereka, dan mereka tidak memiliki ilmu apa pun kecuali Ia menghendaki (QS. al-Baqarah : 255). Ayat ini menunjukkan bahwa kunci/inti ilmu gaib ada di sisi Allah, tetapi Ia dapat memberikan 'berita gaib' kepada orang yang Ia kehendaki.

Menurut Quran, sesuatu yang khusus dipunyai Allah, seperti mencipta, menghidupkan, menyembuhkan tanpa obat, ilmu tentang sesuatu yang telah dan akan terjadi, dapat diberikan secara sementara pada saat mereka diperlukan, atau kemampuan atau kekuatan untuk mendapatkan ilmu itu dapat diberikan sehingga mereka dapat digunakan ketika diperlukan, atas izin Allah. Contoh berikut ini mengenai Nabi Isa as di mana Quran menyatakan, Aku datang kepadamu dengan ayat dari Tuhanmu; Aku akan ciptakan bagimu seekor burung dari tanah, kemudian aku akan meniupkan ke dalamnya, dan jadilah ia burung atas perkenan Allah. Aku juga menyembuhkan orang buta dan penderita kusta, menghidupkan yang mati, atas izin Allah. Aku akan beritahukan kepadamu apa yang kamu makan dan apa saja harta benda yang ada di rumahmu. Sesungguhnnya, dalamnya ada tanda bagimu, jika kamu adalah orang yang beriman. (QS. Ali Imran : 49, lihat juga al-Maidah : 110)

Untuk memberi contoh yang sederhana, bayangkanlan seseorang yang memandang komputer yang menampilkan sebagian data yang terletak dalam perangkat komputer! Pengguna komputer dapat mengambil sebagian data ini dan melihatnya di layar monitor. Tetapi seluruh data selalu berada dalam komputer dan tidak di ingatan pengguna. Selain itu, pengguna komputer tersebut tidak mengetahui perubahan saat itu yang terjadi pada data dan rumus-rumus di balik perubahan itu.

Hal yang sama, Allah mengizinkan Nabi dan para Imam mengetahui segala sesuatu yang mereka perlu ketahui. Tetapi, mereka tidak memiliki semua ilmu itu dalam diri mereka. Allah akan memberikan semua yang mereka perlukan kapanpun. Perlu dipahami bahwa semua yang ingin diketahui para Nabi dan Imam sesuai dengan apa yang Allah kehendaki untuk ia berikan. Mereka tidak ingin mengetahui sesuatu yang tidak ingin Allah berikan kepada mereka (di antaranya kunci-kunci ilmu gaib).

Berdasarkan Quran dan hadis yang diriwayatkan Ahlulbait, Allah memiliki dua jenis ilmu pengetahuan:

Ilmu yang tersembunyi (gaib); seperti yang telah saya sebutkan, tidak seorang pun mengetahui ilmu ini kecuali Allah. Allah memberitahukan 'berita gaib' ini kepada beberapa hamba-Nya, tetapi hal ini berbeda dengan 'memiliki ilmu gaib'. Sebenarnya, ada bab yang lengkap dalam Ushul al-Kafi yang membahas jenis ilmu ini di mana dijelaskan bahwa para Imam ataupun para rasul tidak memiliki ilmu gaib ini; “Kehendak (mashiyah) Allah menggerakkan ilmu ini. Apabila ia berkehendak, Ia akan menetapkannya. Dan apabila Ia berhendak, Ia akan mengubahnya dan tidak menjalankannya.”(Ushul al-Kafi, kitab al-Hujjah, hadis 6.64)

Kedua, ilmu yang dianugerahkan; ini adalah ilmu yang Allah tetapkan (Qadar, Taqdir). Ia menetapkannya dan menjalankannya (tanpa perubahan). Dan ini adalah ilmu yang telah diberikan kepada Nabi Muhammad dan para Imam (Ushul al-Kafi, kitab al-Hujjah, hadis 6.64)

Apabila Nabi dan para Imam memililiki pengetahuan tentang masa depan, ini merupakan ilmu jenis kedua (ilmu yang telah ditetapkan), dan bukan jenis ilmu pertama (ilmu gaib).

Mengenai ilmu pertama Quran menyatakan, Allah menghapuskan apa yang Ia kehendaki, dan menetapkan apa yang Ia kehendaki dan pada sisi-Nya lah ilmu Ummul Kitab. (QS. ar-Ra`d : 39)

Ilmu Umm al-Kitab adalah ilmu yang tersembunyi (gaib) yang hanya dimiliki Allah, dan tidak seorang pun memiliki ilmu ini kecuali Diaz; Ia berkata, “Pengetahuan itu ada di sisi Tuhanku dalam sebuah Kitab. Tuhanku tidaklah keliru juga lupa.” (QS. Tha Ha : 52), Ia memiliki perkara gaib dan Ia tidak menerangkan perkara gaib-Nya kepada siapa pun kecuali kepada seorang utusan yang Ia ridhai. (QS. al-Jinn : 26-27)

Dari ayat di atas, jelaslah bahwa meskipun hanya Allah yang memiliki ilmu tersembunyi (gaib) itu, tetapi Ia akan memberitahukan sebuah berita kepada Nabi Muhammad saw. Di sisi lain, Nabi Muhammad memberitahukan semua yang ia ketahui dari berita 'gaib' itu kepada orang-orang yang berkualifikasi mendapatkannya, sebagaimana yang dinyatakan ayat berikut; Dan Ia (Muhammad) tidak serakah dengan ilmu gaib itu (QS. at-Takwir : 24).

Oleh karena itu, apabila berita gaib sampai kepada Nabi Muhammad (dan akhirnya juga kepada para Imam Ahlulbait), itu karena ilmu tersebut diberikan Allah kepadanya. Karena alasan inilah yang menurut Quran para nabi diperintahkan untuk memberitahu umat bahwa mereka tidak memiliki ilmu gaib itu, karena ilmu itu diberikan Allah hanya ketika Ia menghendaki.

Dalam Ushul al-Kafi, diriwayatkan bahwa Ammar Sabati berkata, “Aku bertanya kepada Abu Abdillah (Imam Ja`far Shadiq) mengenai apakah Imam mengetahui ilmu gaib (tersembunyi). Ia menjawab, “Tidak, tetapi apabila ia ingin mengetahui sesuatu, Allah akan menjadikannya mengetahui hal itu.” (Ushul al-Kafi, Kitab al-Hujjah, hadis 6.66)

Syekh Mufid (413/1022), salah satu ulama Syi`ah terkemuka berkata, “…menyatakan bahwa mereka (Nabi dan para Imam) memiliki ilmu gaib harus disangkal sebagai sesuatu yang salah, karena penyifatan hal ini hanya diperuntukkan bagi sesorang yang memiliki ilmu segala sesuatu dalam dirinya, bukan ilmu yang didapat dari orang lain. Dan ini hanya diperuntukkan bagi Allah, pemilik Keagungan dan Kemahabesaran. Semua Imam sepakat pada kekecualian ini, barangsiapa yang menyimpang darinya ia akan disebut mufawwidah dan orang-orang ekstrem.” (Awa`il al-Maqalaat, hal. 38)

Sebenarnya, tidak ada nabi atau rasul pernah menyatakan bahwa mereka memiliki ilmu dalam diri mereka. Tentunya mereka tidak mengetahui berita yang 'tersembunyi' dari mereka. Tetapi hal ini tidak berarti bahwa semua yang ia ketahui 'dapat dilihat' kita juga. Berita yang dianggap 'tersembunyi' bagi kita mungkin 'terlihat' bagi mereka. Dengan demikian ilmu pengetahuan yang dilihat orang relatif.

Ilmu Kitab

Quran menyebutkan bahwa jenis ilmu kedua, yang dijelaskan di atas, diberikan kepada para nabi dan para imam. Ini adalah ilmu yang telah ditetapkan dan ilmu tentang mengatur pemerintahan alam semesta. Jenis ilmu ini dikenal sebagai 'ilmu kitab'. Quran menyatakan bahwa beberapa orang rasul dan bukan rasul memiliki jenis ilmu ini yang dengannya mereka dapat melakukan hal-hal luar biasa dengan izin Allah. Kami membaca dalam Quran bahwa, Maka kami tunjukkan kepada Ibrahim kekuatan dan aturan langit dan bumi sehingga ia memahaminya dengan yakin. (QS. al-An`am : 75)

Sebelumnya, kami juga mengutip sebuah ayat Quran yang berhubungan dengan Nabi Isa as yang menyatakan bahwa, Aku akan beritahukan kepadamu apa yang kamu makan dan apa saja harta benda yang ada di rumahmu (QS. Ali Imran:49, al-Maidah:110). Referensi dapat dilihat berkenaan dengan kemampuan meramal yang diberikan kepada Nabi Yusuf as (QS. Yusuf: 6,15,21,37), kemampuan bahasa burung yang dimiliki Nabi Daud as dan Nabi Sulaiman as (QS. al-Anbiya:79); Kami berikan pengetahuan kepada Daud dan Sulaiman, dan mereka berkata, “Segala Puji bagi Allah yang telah memuliakan kami atas kebanyakan hamba-hamba-Nya yang beriman!” dan Sulaiman mewarisi Daud. Ia berkata, “Wahai manusia! Kami telah diajar bahasa burung dan kami telah diberi ilmu segala sesuatu. Sesungguhnya ini adalah karunia yang nyata.” (QS. an-Naml : 15-16)

Dengan memiliki 'ilmu kitab', seseorang dapat melakukan hal yang luar biasa atas izin Allah. Quran menyebutkan bahwa pada zaman Nabi Sulaiman as, seseorang bernama Asaf, yang merupakan menteri Sulaiman memiliki sedikit 'ilmu kitab', dapat membawa singgasana Ratu Balqis dari satu tempat dalam sekejap mata; Berkata seseorang yang memiliki sedikit ilmu kitab, “Aku akan bawa ke hadapanmu dalam sekejap mata!” Kemudian ketika (Sulaiman) melihat (singgasana) di hadapannya, ia berkata, “Ini adalah karunia dari Tuhanku! Untuk mengujiku apakah aku berterima kasih atau tidak!”(QS. an-Naml : 40).

Sumber ilmu ilahi ini adalah Allah Swt. Ia memberi sebagian ilmu itu kepada Nabi Adam as (QS. al-Baqarah:31), Nabi Isa as (QS. al-Maidah: 110/113) dan beberapa orang yang bukan nabi seperti Thalut (QS. al-Baqarah:247), dan Asaf (lihat ayat di atas). Menurut Quran, 'ilmu Kitab' diperuntukkan bagi orang-orang yang memiliki pengetahuan yang luas (QS. Ali Imran:7, al-Baqarah:247) dan diberi kekuasaan oleh Allah (QS. an-Nisa: 83), ditunjuk Allah sebagai wali (QS. an-Nahl:43, 21:7), dan yang merupakan cahaya petunjuk (QS. al-An`am:97).

Menurut beberapa hadis, ilmu kitab ini merupakan bagian dari Nama-nama Allah Yang Maha Besar. Nama-nama Allah Yang Maha Besar meliputi tujuhpuluh tiga unit. Nama-nama ini bukan huruf, tetapi merupakan ilmu memerintah alam semesta. Dalam salah satu hadis di Ushul al-Kafi, Imam Muhammad Baqir as menjelaskan hal ini juga misteri tindakan Asaf, Menteri Nabi Sulaiman.

Abu Ja`far as berkata, “Sesungguhnya Nama-nama Allah Yang Maha Besar terdiri dari tujuh puluh tiga unit (Haf). Asaf hanya memiliki satu unit, dan ketika ia mengatakannya (menggunakannya) tanah antara dirinya dan singgasana Ratu Balqis (Ratu Saba) terlipat hingga ia dapat mengambil singgasana itu dengan kedua tangannya, kemudian tanah itu terbuka dan kembali ke asalnya kurang dari sekejap mata. Kami (Ahlulbait) memiliki tujuh puluh dua unit Nama-nama Allah Yang Maha Besar, dan satu unitnya tetap di sisi Allah yang Ia simpan secara khusus dalam ilmu gaib-Nya. Tiada kekuasaan selain Allah, Yang Maha Tinggi, Maha Agung.” (Ushul al-Kafi, Kitab al-Hujjah, hadis 6.13)

Sebagaimana yang dinyatakan Surah ayat 40, orang yang memiliki sedikit 'ilmu kitab', mampu membawa singgasana Ratu Balqis dari suatu tempat di dunia dalam sekejap mata. Dengan demikian orang-orang yang memiliki semua 'ilmu kitab' dapat melakukan lebih dari itu. Seluruh ilmu kitab berada di sisi Nabi Muhammad saw dan dua belas penerusnya. Allah Yang Maha Agung berfirman, (Wahai rasul) katakanlah, “Cukuplah Allah sebagai saksi antara aku dan dirimu dan orang yang padanya ada pengetahuan tentang kitab.” (QS. ar-Ra`d : 43)

Dari ayat ini, jelaslah bahwa kalimat 'orang yang padanya ada pengetahuan tentang Kitab' secara khusus menunjukkan orang selain Allah dan Nabi Muhammad. Tentu saja, sumber ilmu ini berasal dari Allah dan Allah yang memilikinya dan ia menganugerahkan seluruhnya kepada Nabi Muhammad saw. Orang ini merujuk pada Imam Ali as dan para Imam setelahnya. Selain itu, perhatikanlah bahwa pada ayat di atas, Allah tidak mengatakan 'sebagian ilmu Kitab' tetapi Allah menggunakan kalimat 'sebagian ilmu kitab' untuk menteri Nabi Sulaiman!

Beberapa orang Sunni menyebutkan bahwa ayat di atas merujuk pada Abdullah bin Salam, seorang pendeta Yahudi yang masuk Islam. Beberapa orang lainnya mengatakan bahwa ayat di atas merujuk pada semua ulama Yahudi dan Nasrani yang mengenali ciri-ciri kedatangan rasul di kitab-kitab lama mereka.

Penafsiran di atas nampak tidak benar. 'Ilmu Kitab' yang disebutkan Quran di lebih dari satu tempat, bukanlah sesederhana mengenali ciri-ciri kedatangan rasul di kitab tersebut. 'Ilmu Kitab' meliputi ilmu mengatur alam semesta. Seperti yang dinyatakan Quran, Asaf hanya memiliki sedikit 'Ilmu Kitab' dan ia mampu melakukan hal-hal yang luar biasa. Dengan demikian kemampuan ini tidak berhubungan dengan hanya mengetahui nama seorang rasul yang akan datang dari sebuah kitab. Lebih jauh lagi, apabila penafsiran mufasir Sunni benar, artinya kapan pun kaum muslimin memiliki pertanyaan, mereka harus menanyakannya kepada kaum Nasrani dan Yahudi, karena mereka memiliki semua ilmu kitab sedangkan kaum muslimin tidak.

Beberapa orang berpendapat bahwa apabila ayat di atas merujuk pada Imam Ali dan sisanya pada kedua belas Imam, bukti apa bagi orang-orang kafir yang tidak menerima ucapan kaum Muslimin dengan menyatakan ayat di atas kepada mereka?

Jawabannya adalah, bahwa ayat di atas dimulai dengan kalimat Dan orang-orang kafir berkata, “Engkau bukanlah seorang rasul. Katakanlah, 'Cukuplah Allah sebagai saksi…” Dengan demikian, ayat tersebut mengenai orang-orang kafir. Mereka tidak meyakini Allah. Oleh karena itu, pertanyaan yang sama muncul: Apabila orang-orang kafir tidak percaya kepada Allah, bukti Apa yang kita berikan dengan mengatakan Allah adalah saksi?

Ayat di atas, sebenarnya, hanya merupakan ancaman Nabi Muhammad saw kepada orang-orang kafir, bahwa fitnah yang mereka lakukan akan diperhitungkan di Hari Akhir, dan baginya (Nabi), cukuplah dua orang saksi; Allah, Pencipta alam ini, dan Imam Ali, Pemimpin orang-orang beriman. Secara umum, ayat ini merujuk pada dua belas Imam. Tetapi pada saat itu ia adalah Imam Ali.

Saksi yang dirujuk pada kalimat 'orang yang padanya ada pengetahuan tentang Kitab (QS. ar-Ra`d : 43)' yang merujuk pada Imam Ali as dan tidak ada sahabat Nabi lainnya, merupakan hadis-hadis yang diriwayatkan Sunnah dan Syi`ah. Dalam kitab sahih Sunnah dibenarkan bahwa Imam Ali adalah orang yang paling berpengetahuan dalam umat Islam setelah Nabi Muhammad saw. Orang yang membenarkan fakta ini adalah Nabi Muhammad saw, Imam Ali sendiri, Abu Bakar, Umar, Aisyah, dan banyak sahabat Nabi lainnya.

Nabi Muhammad saw memberitahukan para pengikutnya tentang seseorang yang merupakan harta karun Ilmu Nabi. Rasulullah saw berkata, “Aku adalah kota Ilmu dan Ali adalah pintunya. Barangsiapa yang ingin memasuki kota tersebut, dan kebijaksanaan, ia harus memasukinya melalui pintunya.”46

Pada hadis dalam bahasa Arab, kata 'ilmu pengetahuan' menjadi al-`Ilm yang memiliki artikel 'al' yang menjadikan kata tersebut universal. Artinya bahwa di kota Ilmu Nabi Muhammad saw terdapat semua jenis ilmu. Hadis ini juga membenarkan kesucian Imam Ali selain yang sudah disampaikan oleh Quran Surah al-Ahzab ayat 33 mengenai kesucian Ahlulbait. Turmudzi juga mencatat bahwa Rasulullah bersabda, “Aku adalah rumah dari kebijaksanaan dan Ali adalah pintunya.”47

Selain itu, Nabi Muhammad berkata kepada putrinya, Fathimah Zahra as, “Tidakkah kau gembira bahwa aku telah menikahkanmu dengan orang pertama yang masuk Islam di umatku, paling berilmu, dan paling bijaksana.”48 Barida meriwayatkan hal yang sama bahwa Rasulullah saw berkata kepada Fathimah as bahwa, “Aku menikahkanmu dengan orang yang paling baik dalam umatku, paling berilmu di atara mereka, paling sabar, dan paling pertama masuk Islam.”49

Abu Bakar berkata, “Semoga Allah tidak menempatkanku pada situasi di mana aku tidak dapat berhubungan dengan Abu Hasan (Imam Ali) untuk menyelesaikan suatu persoalan.” Sa`id Musayib berkata hal yang sama, “Umar bin Khattab sering memohon kepada Allah agar menghindarkannya dari persoalan yang membingungkan ketika ayah Hasan tidak ada untuk menyelesaikan masalah tersebut.” Lebih jauh lagi Umar berkata, “Apabila Ali tidak ada, Umar sudah binasa.”50

Aisyah pernah berkata, “Ia (Ali) adalah orang yang paling berilmu di antara orang-orang yang memegang Sunnah (Nabi Muhammad).”51

Ibnu Abbas berkata, “Ada delapan belas keutamaan Ali yang khusus yang tidak ada pada orang lain di masyarakat umat Islam.”52

Ibnu Mas`ud berkata, “Kami sedang berbicara bahwa seorang hakim yang paling adil di Madinah untuk memutuskan perkara adalah Ali.”53 Selain itu, Ibnu Mas`ud berkata, “Quran memiliki makna luar dan makna batin, dan Ali bin Abi Thalib memiliki ilmu keduanya.”54

Banyak ilmu Nabi Muhammad ditransfer kepada Imam Ali as ketika Nabi hendak menghembuskan nafas. Imam Ali berkata, “Rasulullah pada saat itu (sebelum menghembuskan nafas terakhir) mengajariku ribuan pintu ilmu, setiap terbuka salah satu ilmu terbuka ribuan bab lainnya.”55

Selain itu Imam Ali as pernah berkata, “Demi Allah, aku adalah saudara Rasulullah, sahabatnya, sepupunya, dan pewaris ilmunya. Siapa yang memiliki julukan yang lebih baik dariku?”56

Imam Ali as sendiri sering menyatakan dalam khutbahnya, “Bertanyalah kepadaku sebelum kalian kehilangan diriku! Demi Allah, jika kalian bertanya sesuatu kepadaku sebelum Hari Akhir, aku akan menjawabnya! Bertanyalah kepadaku! Karena, demi Allah, kalian tidak akan dapat bertanya tentang sesuatu kepadaku sebelum kalian memberitahu aku. Bertanyalah kepadaku tentang Kitab Allah! Karena demi Allah, tiada satu ayat pun yang tidak aku ketahui apakah ayat itu diturunkan pada malam hari, siang hari, atau apakah ayat itu diturunkan di sebuah daratan atau di sebuah gunung.”57

Sa`id bin Musayib dan Umar bin Khattab berkata, “Tiada sahabat Rasulullah yang pernah menyatakan 'bertanyalah kepadaku' kecuali Ali.”58

Kesimpulannya adalah bahwa 'orang yang padanya ada Ilmu Kitab' pada QS. 13:43 merujuk kepada Imam Ali bin Abi Thalib as dan tidak ada sahabat lainnya. Dan apabila 'sedikit Ilmu Kitab', memberi kekuatan supernatural kepada Asaf, maka jelaslah bahwa orang yang memiliki seluruh Ilmu Kitab, memiliki kemampuan yang lebih atas izin Allah.

Menurut hadis di atas juga, yang di tulis dalam Shihah Sittah, di mana Nabi Muhammad saw berkata, “Aku adalah kota Ilmu dan Ali adalah pintunya. Barangsiapa yang berniat memasuki kota ilmu dan kebijaksanaan, ia harus masuk melalui pintunya!” Jelaslah bahwa satu-satunya sumber ilmu setelah Nabi Muhammad saw adalah Imam Ali as, dan orang-orang yang mencari ke sumber ilmu lain tidak memperoleh sunnah Nabi Muhammad yang asli karena tidak ada seorang pun yang dapat memasuki kota ilmu dari arah mana pun kecuali melalui pintunya.

Kesimpulan

Perlu ditekankan bahwa para ulama Syi`ah Dua Belas Imam menyakini bahwa Rasul ataupun para Imam tidak memiliki ilmu gaib dengan makna khusus yang digunakan Quran, karena jenis ilmu ini adalah ilmu yang hanya dimiliki Allah. Tetapi, sebagaimana yang disebutkan Quran, 'berita gaib' diberikan kepada Nabi Muhammad saw, dan dari situ ilmu tersebut disampaikan kepada para Imam Ahlulbait. Ilmu yang seluruhnya mereka miliki adalah Ilmu Kitab yang dijelaskan di atas.

Harus diperhatikan juga bahwa para Nabi dan para Imam serta umat manusia memiliki alat yang sama dalam memperoleh ilmu yang telah Allah berikan; indera, akal dan lain-lain. Para Nabi dan para Imam memiliki kekuatan dan alat khusus yang tidak dimiliki manusia lain. Dalam menjalankan perintah Allah di mana manusia lain juga memiliki tanggung jawab ini, sebagaimana juga dalam tingkah laku normal, para Nabi dan Imam hanya menggunakan cara mengetahui sesuatu yang pertama, yakni alat yang semua orang miliki. Alat kedua (alat khusus) hanya mereka gunakan dalam tugas dan kerja mereka yang berhubungan dengan kedudukan kenabian atau imamah mereka.

Dengan demikian, dalam soal-soal seperti mengetahui awal bulan, memutuskan perkara kecil, mengetahui apakah sesuatu itu kotor atau suci, dan lain-lain, mereka hanya menggunakan alat yang umum seperti melihat bulan, dan lain-lain, yang juga dilakukan oleh manusia lain. Alat yang khusus memperoleh ilmu tidak menjadi dasar tindakan mereka, dan semua yang mereka ingin lakukan harus sesuai dengan alat-alat yang dimiliki setiap orang. Dengan demikian, ilmu seperti itu memiliki aspek spiritual karena mereka adalah wakil Allah (Khalifah Allah), dan alasan melakukannya harus berdasarkan tingkatan ini, dan bukan untuk tujuan mempengaruhi dan mengendalikan peristiwa-peristiwa dalam pemahaman umum.

Komentar Lain

Seorang penanya menyebutkan bahwa ada versi 'Hadis Kota Ilmu' di mana Nabi berkata, “Aku adalah kota ilmu dan Ali adalah pintunya, dan Abu Bakar adalah pondasinya, Umar dindingnya, dan Utsman adalah atapnya.” Untuk menjawab hal ini, pertama-tama saya ingin menyebutkan bahwa hadis lemah ini tidak diriwayatkan di enam koleksi hadis Sunni yang sahih, sedangkan versi yang benar dari hadis ini ada pada artikel kami, dan yang sebenarnya ada di kitab hadis Sunni, Shihah Sittah.

Menambahkan kalimat pada hadis asli Nabi Muhammad, merupakan upaya licik para pemalsu hadis yang dilakukan perawi selama zaman Umayah. Ketika mereka tahu bahwa sebuah hadis sangat terkenal di kalangan umat sehinga mereka tidak memiliki cara untuk menyangkal atau menolaknya, mereka menambahkan sebuah kata atau paragraf, atau mengubah beberapa kata untuk mengaburkan pengaruh hadis tersebut atau menghilangkan makna sebenarnya.

Upaya licik itu diketahui oleh para peneliti yang objektif yang menolak penambahan tersebut di mana, sepanjang waktu, menunjukkan kurangnya ilmu pemalsu hadis ini dan kurangnya kebijaksanaan mereka ini bertolak belakang dengan cahaya hadis Nabi. Bahkan, beberapa ulama Sunni terkemuka menyadari upaya licik tersebut dan mereka menilai bahwa banyak hadis-hadis seperti itu lemah karena ketidaksesuaian dalam isnad dan isinya.

Contohnya, pada hadis yang lemah di atas, kita dapat melihat pernyataan 'Abu Bakar adalah pondasinya' artinya ilmu Nabi Muhammad saw berasal dari ilmunya Abu Bakar dan hal ini dinyatakan kufur. Demikian juga dengan pernyataan 'Umar adalah dinding-dindingnya' artinya Umar mencegah umat untuk memasuki kota, yang berarti mencegah mereka mendapatkan ilmu. Dan pernyataan 'Usman adalah atapnya' merupakan hal yang tidak masuk akal karena tidak ada kota yang memiliki atap!

Segala puji milik Allah, Penguasa Alam Semesta, yang telah menganugerahi kita akal yang dengannya kita dapat membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Ia telah membuat jelas kepada kita jalan yang benar dan menguji kita dengan banyak hal sehingga kita tidak bersaksi pada Hari Perhitungan.

Hadis-hadis Mengenai Keutamaan Imam Ali as

Diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad saw berkata, “Barangsiapa yang ingin mengetahui keteguhan Nabi Nuh, keluasan ilmu Nabi Adam, kesabaran Nabi Ibrahim, kedalaman akal Nabi Musa, dan ketaatan Nabi Isa, lihatlah kepada Ali bin Abi Thalib!”59

Diriwayatkan juga bahwa Nabi Muhammad saw berkata, “Di antara kalian ada seseorang yang akan mempertahankan penafsiran Quran sebagaimana yang aku pertahankan dari turunnya wahyu.” Orang-orang di sekeliling Nabi mengangkat wajah mereka dan melihat Nabi Muhammad sekilas dan kemudian mereka berpandangan satu sama lain. Abu Bakar dan Umar ada di antara orang-orang itu. Abu Bakar bertanya apakah orang yang dimaksud adalah dirinya, dan Nabi menjawab sebaliknya. Umar juga bertanya apakah orang yang dimaksud adalah dirinya, Nabi berkata, “Tidak. Ia adalah orang yang sedang memperbaiki sepatuku (Ali).”

Abu Sa`id Khudri berkata, “Kemudian kami menemui Ali dan menyampaikan berita gembira ini kepadanya. Ia bahkan tidak mengangkat kepalanya sedikitpun dan tetap sibuk memperbaiki sepatu Nabi, seolah-olah ia telah mendengarnya dari Nabi Muhammad.”60

Ahmad bin Hanbal dan Hakim meriwayatkan dari dokumen sahih dari Abu Sa`id Khudri, bahwa Nabi Muhammad berkata kepada Ali, “Sesungguhnya engkau akan berperang untuk (pengamalan) Quran sebagaimana yang engkau lakukan saat Quran diturunkan.”61

Hakim mencatat bahwa Anas bin Malik meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad berkata kepada Ali, “Engkau akan memberitahu umatku tentang kebenaran dan apa yang mereka pertengkarkan sepeninggalku.”62

Orang Pertama yang Masuk Islam

Ini adalah fakta yang tidak diperdebatkan bahwa Imam Ali adalah lelaki pertama yang masuk Islam setelah Nabi Muhammad saw. Berikut ini beberapa sumber hadis:

Ibnu Abu Shaibah dan Ibnu Asakir mencatat dari Salim bin Abi Jaad bahwa ia berkata, “Aku bertanya tentang Muhammad bin Hanifah, 'Apakah Abu Bakar orang pertama yang masuk Islam?” Ia menjawab, 'Tidak.'”

Dari pernyataan Muhammad bin Sa`d bin Abi Waqqash yang dapat dipercaya, Ibnu Asakir mencatat bahwa Sa`d berkata kepada ayahnya, “Apakah Abu Bakar Siddiq adalah orang pertama di antara kamu yang memeluk Islam?” Ia menjawab, “Tidak, karena ada lebih dari lima orang yang memeluk Islam sebelum dia.”

Ibnu Katsir berkata, “Jelaslah bahwa keluarga Muhammad beriman sebelum orang lain, mereka adalah istrinya, Khadijah, lelaki yang ia bebaskan, Zaid, istri Zaid, Ummu Aiman, Ali dan Waraqah.”63

Diriwayatkan juga bahwa Anas bin Malik berkata, “Nabi Muhammad diberi tugas kenabian pada hari Senin dan Ali beriman pada hari Selasa.”64

Hakim juga meriwayatkan bahwa Salman Farisi berkata bahwa Nabi Muhammad berkata, “Orang pertama yang akan minum dari air telaga pada Hari Perhitungan adalah orang pertama yang masuk Islam, Ali, putra Abu Thalib.”65

Ibnu Hisyam meriwayatkan bahwa, “Ali bin Abi Thalib adalah lelaki pertama yang meyakini Rasulullah dan ia shalat bersamanya padahal ia baru berusia sepuluh tahun.”66

Sejarawan Sunni terkemuka, Thabari juga menulis, “Tiga orang pertama yang shalat adalah Nabi Muhammad, Khadijah, dan Ali.”67

Khatib Baghdadi, dalam bukunya mengutip Imam Ali bahwa Ali berkata, “Aku adalah orang pertama yang memeluk Islam dalam genggaman tangan Rasulullah.”68

Catatan Kaki:

Referensi hadis Sunni: Shahih at-Turmudzi, jilid 2, hal. 86, jilid 9, hal. 74-75; Sunan Abu Daud, jilid 2, hal. 7; al-Mustadrak ala ash-Shahihayn, oleh Hakim, jilid 4, hal. 557; Jami`us Saghir, oleh Suyuthi, hal. 2, 160; al-Urful Waidi, oleh Suyuthi, hal. 2; al-Majma`, oleh Tabarani, hal. 217; Tahdzib at-Tahdzib, oleh Ibnu Hajar Asqalani, jilid 9, hal. 144; Fathul Bari fi Syarh Shahih al-Bukhari, oleh Ibnu Hajar Asqalani, jilid 7, hal. 305; as-Shawa`iq al-Muhriqah, oleh Ibnu Hajar Haitsami, bab 11, bag. 1, hal. 249; at-Tatkhirah, oleh Quttubi, hal. 617; al-Hawi, oleh Suyuthi, jilid 2, hal. 165-166; Syarh al-Mawahib al-Ladunniyyah, oleh Zurqani, jilid 5, hal. 348; Fathul Mughith, oleh Sakhawi, jilid 3, hal. 41; Kanz al-Ummal, jilid 7, hal. 186; Iqd al-Durar Fi Akhbar al-Mahdi al-Muntazhar, jilid 12, bab 1; al-Bayan fi Akhbar Sahib az-Zaman, oleh Ganji Syafi`i, bab 12; al-Fushul al-Muhimmah, oleh Ibnu Sabbagh Maliki, bab 12; Arjahul Matalib, oleh Ubaid Allah Hindi Hanafi, hal. 380; Muqaddimah, oleh Ibnu Khaldun, hal. 266; Dan juga pada karya Ibnu Habban, Abu Nua`im, Ibnu Asakir, dan lain-lain.

Referensi hadis Sunni: Sunan Ibnu Majah, jilid 2, hadis 4.085.

Referensi hadis Sunni: Sunan Abu Daud, versi bahasa Inggris, bab 36, hadis 4.271 (diriwayatkan oleh Ummu Salamah, istri Nabi Muhammad); Sunan Ibnu Majah, jilid 2, hadis 4.086; Nasa`i dan Baihaqi, dan kawan-kawan; ash-Shawa`iq al-Muhriqah oleh Ibnu Hajar Haitsami, bab 11, bag. 1, hal. 249.

Referensi hadis Sunni: Sunan bin Majah, jilid 2, hadis 4.087; al-Mustadrak oleh Hakim, dari Anas bin Malik; Dailami; as-Shawa`iq al-Muhriqah, oleh Ibnu Hajar Haitsami, jilid 11, bag. 1, hal. 245.

Referensi hadis Sunni: Sunan Ibnu Majah, jilid 2, hadis 5.083. Catatan: Menurut sumber Syi`ah, Pemerintahan yang damai dan adil yang akan ditegakkan oleh Imam Mahdi akan berlangsung selama ratusan tahun tanpa tandingan, kemudian Hari Kiamat akan tiba. Apa yang disebutkan hadis di atas dengan tujuh atau sembilan tahun adalah lamanya Imam Mahdi akan berperang untuk menaklukkan dunia ketika ia memulai misinya.

Referensi Hadis Sunni: Sunan ibn Majah, jilid 2, hadis 4.082; Buku sejarah karya Thabari; ash-Shawa`iq al-Muhriqah oleh Ibnu Hajar, bab 11, bag. 1, hal. 250-251.

Referensi hadis Sunni: Shahih at-Turmudzi, jilid 9, hal. 74.

Referensi hadis Sunni: Shahih Muslim, versi bahasa Inggris, jilid 4, bab MCCV, hal. 1508, hadis 6.961; Shahih Muslim, versi bahasa Arab, Kitab al-Fitan, jilid 4, hal. 2234, hadis 67. [Catatan: Kalimat dalam kurung bukan komentar saya. Itu adalah kalimat penerjemah Shahih Muslim (Abdul Hamid Siddiqui)].

Referensi Hadis Sunni: Shahih Muslim, versi bahasa Inggris, jilid 4, bab MCCV, hal. 1508, hadis 6.964; Shahih Muslim, versi bahasa Arab, Kitab al-Fitan, jilid 4, hal. 2235, hadis 69.

Referensi hadis Sunni: ash-Shahih fi al-Hadits oleh Hakim; ash-Shawa`iq al-Muhriqah, oleh Ibnu Hajar Haitsami, bab 11, bag. 1, hal. 250.

Referensi hadis Sunni: Sunan ibn Majah, jilid 2, hal. 269; Ahmad bin Hanbal; as-Shawa`iq al-Muhriqah, oleh Ibnu Hajar Haitsami, bab 11, bag. 1, hal. 250.

Referensi hadis Sunni: Ibnu Asakir; ash-Shawa`iq al-Muhriqah oleh Ibnu Hajar Haitsami, bab 11, bag. 1, hal. 252.

Referensi hadis Sunni: ash-Shawa`iq al-Muhriqah, oleh Ibnu Hajar Haitsami, bab 11, bag. 1, hal. 247.

Referensi hadis Sunni: Musnad Ahmad ibn Hanbal, jilid 1, hal. 99; Versi yang hampir sama juga diriwayatkan dalam Sunan Abu Daud, versi bahasa Inggris, bab 36, hadis 4.270 diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib.

Referensi Hadis Sunni: Shahih Muslim, bahasa Arab, bag. 2, hal. 193; Musnad Ahmad ibn Hanbal, jilid 3, hal. 45, 384; ash-Shawa`iq al-Muhriqah, oleh Ibnu Hajar Haitsami, bab 11, bag. 1, hal. 251; Nuzul Isa ibn Maryam Akhir az-Zaman, oleh Jalaluddin Suyuthi, hal. 57; Musnad oleh Abu Ya`ala yang memberi versi lain hadis ini dengan kalimat yang lebih jelas dari Jabir bahwa Nabi Muhammad berkata, “Sekelompok orang dari umatku akan terus berperang demi kebenaran hingga Nabi Isa, putra Maryam, akan datang, dan Imam mereka akan memintanya memimpin shalat, tetapi Nabi Isa menjawab, “Anda lebih berhak, dan sesungguhnya Allah telah menghormati beberapa orang dari kalian melebihi yang lain di umat ini.” ; Shahih Ibnu Habban, yang hadisnya dibaca, “Pemimpin mereka Mahdi,” dan hadis sisanya sama.

Lihat Nuzul Isa ibn Maryam Akhir az-Zaman, oleh Jalaluddin Suyuthi, hal. 56.

Referensi hadis Sunni: Fath al-Bari, oleh Ibnu Hajar Asqalani, jilid 5, hal. 362.

Referensi Hadis Sunni: ash-Shawa`iq al-Muhriqah, oleh Ibnu Hajar, bab 11, bag. 1, hal. 234.

Referensi Hadis Sunni: Abul Husain Ajiri sebagaimana yang dikutip dalam ash-Shawa`iq al-Muhriqah, bab 11, bag. 1, hal. 254.

Lihat ash-Shawa`iq al-Muhriqah, bab 11, bag. 1, hal. 252 untuk lebih rincinya.

Referensi Hadis Sunni: Shahih al-Bukhari, versi bahasa Arab-Inggris, jilid 4, hadis 6.58. Catatan: Hadis di atas adalah terjemahan saya. Penerjemah kitab Shahih al-Bukhari dari Arab Saudi (Muhammad Muhsin Khan) telah menunjukkan ketidakjujuran dalam menerjemahkan hadis di atas. Terjemahan hadis bagian terakhirnya tidak sama dengan teks bahasa Arab hadis tersebut. Mari kita lihat terjemahan Mr. Muhammad Muhsin Khan yang salah ini untuk Shahih al-Bukhari hadis 4.658. Diriwayatkan dari Abu Hurairah; Rasulullah bersabda, “Apa yang akan kau lakukan ketika Putra Maryam datang kepada kalian dan ia akan memutuskan umat dengan kitab Quran dan bukan dengan kitab Injil?” Muhsin Khan telah menghilangkan bagian terakhir hadis yang menyatakan bahwa Imam kaum Muslimin (Imam Mahdi) ada di antara kaum Muslimin ketika putra Maryam datang. Sebaliknya, penerjemah telah menambahkan kalimat lain yang tidak tercantum dalam hadis berbahasa Arab. Kami harus menyebutkan bahwa hal ini bukan hanya satu-satunya hadis yang telah ia ubah teksnya. Masih banyak contoh mengenai hal ini yang membuktikan ketidakjujuran serta keberpihakannya.

Kaitan dengan hal ini lihat juga Mawsu`atil Imam Mahdi, jilid 1, hal. 391-392, 413-414, 434, dan juga Tuhfatul Ahwadhi, jilid 6, hal. 485.

Lihat Tahdzib at-Tahdzib, jilid 9, hal. 144; Fath al-Bari, jilid 7, hal. 305, Qurthubi; (at-Tathkirah, hal. 617), Suyuthi (al-Hawi, jilid 2, hal. 165-166), Muttaqi Hindi (al-Burhan fi Alamat Mahdi Akhir az-Zaman, hal. 175-176), Ibnu Hajar Haitsami (ash-Shawa`iq al-Muhriqah, bab 11, bag. 1, hal. 249), Zurqani (Syarh al-Mawahib al-Ladunniyah, jilid 5, hal. 349), Sakhawi (Fath al-Mughith, jilid 3, hal. 41), dll.

Pengantar Sejarah, oleh Ibnu Khaldun, versi bahasa Inggris, London, edisi 1967, hal. 257-258.

Lihatlah contohnya! Awnul Ma`bud (merupakan komentar dari Sunan Abu Daud) oleh Azimabadi, 7, hal. 361-362, Tuhfatul Ahwadhi (yang merupakan komentar Shahih at-Turmudzi) oleh Mubarakfuri, jilid 6, hal. 484, at-Tajul Jami` lil Usus, oleh Syekh Mansyur Ali Nasif, jilid 5, hal 341.

Mengenai biografi Ahmad Syakir, lihat al-`Alam, jilid 1, hal. 253; Mu`jam al-Mu`allifin, jilid 13, hal. 368.

Lihat Musnad Ahmad ibn Hanbal dalam komentar Ahmad Muhamad Syakir, diterbitkan oleh Darul Ma`arif, Mesir, jilid 5, hal. 196 -198, jilid 14, hal. 288.

Mengenai penulisan dan penggandaan fatwa ini, lihatlah buku, diantara buku lainnya, Pengantar Ganji Syafi`i, dalam buku berjudul al-Bayan, Beirut, 1399/1979, hal. 76-79 dan dalam apendiks.

Lihat Mukhtasar Minhaj as-Sunnah, hal. 533-534.

Mengenai keterangan lebih rincinya, lihat Kasyful Ghummah oleh Abu Hasan Ali bin Musa Irbili, jilid 3, hal. 283; Kasf al-Astar oleh Mirza Husain Nuri, hal. 210-216.

Referensi hadis Sunni: Shahih at-Turmudzi, jilid 5, hal. 137; Sunan Abu Daud, jilid 4, hal. 292; al-Mustadrak oleh Hakim, jilid 4, hal. 278 yang berkata bahwa hadis ini shahih berdasarkan kriteria dua Syekh (Bukhari dan Muslim); Ma`arifat `Ulum al-Hadis oleh Hakim, hal. 189; Musnad Ahmad ibn Hanbal, jilid 1, hal. 95; Fadha`il `ash-Shahabah, oleh Ahmad bin Hanbal, jilid 2, hal. 676, hadis 1.155; at-Tabaqat, oleh Ibnu Sa`d, jilid 5, hal. 91.

Lihat Ibnu Taqtuqah, al-Fikr fi al-Adab as-Sultaniyyah, hal. 165-166.

Muraj adh-Dhahab, oleh Mas`udi, jilid 6, hal. 107-108.

Thabari, jilid 3, hal. 29, Ibnu Katsir, jilid 10, hal. 85, Ibnu Khaldun, jilid 4, hal. 4.

Referensi hadis Sunni: Maqatil ath-Thalibin karya Abul Faraj Isbahani, diterbitkan di Arab Saudi, hal. 247, 258.

Referensi hadis Sunni: Maqatil ath-Thalibin karya Abul Faraj Isbahani, diterbitkan di Arab Saudi, hal. 246-247.

Ash-Shawa`iq al-Muhriqah karya Ibnu Hajar Haitsami, bab 11, bag. 1, hal. 235.

Referensi hadis Sunni: al-Mustadrak, karya Hakim, jilid 3, hal. 149, ia bekata bahwa hadis ini sahih; Tabarani, mengutip Ibnu Abbas; juga dalam al-Manaqib Ahmad, seperti yang dikutip oleh Muhibuddin Thabari; ash-Shawa`iq al-Muhriqah, oleh Ibnu Hajar Haitsami, bab 11, bag. 1, hal. 234.

Referensi hadis Sunni: ash-Shawa`iq al-Muhriqah, oleh Ibnu Hajar, bab 11, bag. 1, hal, 234.

Referensi hadis Sunni: ash-Shawa`iq al-Muhriqah, oleh Ibnu Hajar, hal. 143.

Referensi hadis Sunni: Is`af ar-Raghibin oleh Saban; as-Syaraf al-Mua`abbad oleh Syekh Yusuf Abahani, hal. 31, dari lebih satu sumber.

Referensi hadis Sunni: as-Sirah oleh Mala; ash-Shawa`iq al-Muhriqah oleh Ibnu Hajar, bab 11, bag. 1, hal. 231, menafsirkan ayat, “Dan hentikanlah mereka, karena mereka akan ditanya!”(37: 24)

Referensi hadis Sunni: Kanz al-Ummal oleh Muttaqi Hindi, jilid 6, hal. 36; Aydah al-Isykal oleh Abdul Ghani.

Referensi hadis Sunni: ash-Shawa`iq al-Muhriqah oleh Ibnu Hajar, bab 11, bag. 1, hal. 234.

Referensi hadis Sunni: ash-Shawa`iq al-Muhriqah oleh Ibnu Hajar, bab 11, bag. 1, hal. 232.

Referensi hadis Sunni: Shahih at-Turmudzi, jilid 5, hal. 201, 637; al-Mustadrak oleh Hakim, jilid 3, hal. 126-127, 226, bab tentang Keutamaan Imam Ali, diriwayatkan dari dua perawi yang dapat dipercaya: Ibnu Abbas, yang riwayatnya disampaikan melalui dua perawi berbeda dan Jabir bin Abdillah Anshari. Ia berkata bahwa hadis ini sahih; Fada`il `ash-Shahabah oleh Ahmad bin Hanbal, jilid 2, hal. 635, Hadis #1.081; Jami` ash-Saghir, oleh Jalaluddin Suyuthi, jilid 1, hal. 107, 374; juga dalam buku Jami` al-Jawami; Tarikh al-Khulafa, hal. 171. Ia mengatakan bahwa hadis ini dapat diterima (hasan); al-Kahir oleh Tabarani (360); juga dalam al-Awsat; Ma`rifah ash-Shahabah oleh Hafizh Abu Nu`aim Isbahani; al-Ihya `Ulum ad-Din oleh Ghazali; Tarikh, Ibnu Katsir, jilid 7, hal.358; Tarikh, Ibnu Asakir; Tarikh oleh Khatib Baghdadi, jilid 2, hal. 337; jilid 4, hal. 348; jilid 7, hal.173; jilid 11, hal. 48-50; jilid 13, hal. 204; al-Isti`ab oleh Ibnu Abdul Barr, jilid 3, hal. 38; jilid 2, hal. 461; Usd al-Ghabah oleh Ibnu Atsir, jilid 4 hal. 22; Tahdzib al-Atsar, oleh Ibnu Jarir Thabari; Majma` az-Zawa`id, oleh Haitsami, jilid 9, hal. 114; Bahrul Asatid, oleh Hafizh Abu Muhammad Hasan Samarghandi (tahun 491); Siraj al-Munir oleh Hafizh Ali bin Ahmad Azizi Syafi`i (tahun 1070), jilid 2, hal. 63; Manaqib oleh Ali bin Muhammad bin Tayyib Jalabi bin Maghaazi (tahun 483); Firdaws al-Akhbar oleh Abu Shuja`a Shirwaih Hamdani Dailami (tahun 509); Maqtal Husain oleh Khatib Kharazmi (tahun 568), jilid 1, hal. 43; Manaqib oleh Khatib Kharazmi (tahun 568), hal. 49; Alif Ba`a oleh Abul Hajjaaj Yusuf bin Muhammad Andalusi (tahun 605), jilid 1, hal. 222; Matalib as-Su`ul oleh Abu Salim Muhammad bin Talhih Syafi`i (tahun 652), hal. 22; Jawahi al-Aghdi`in oleh Nuruddin Syafi`i (tahun 911); Yanabi` al-Mawaddah oleh Qunduzi Hanafi, pada bab 14; Tadzkirat al-Khawas al-Ummah, oleh Sibt bin Jauji (tahun 654), hal. 29; Kunz al-Barahin oleh Syekh Khatsri; Kifayat ath-Thalib oleh Yusuf Ganji Syafi`i (tahun 658), bab 58; Kanz al-Ummal oleh Muttaqi Hindi, bag. 15, hal. 13, hadis #348-379; ash-Shawa`iq al-Muhriqah oleh Ibnu Hajar Haitsami, bab 9, bag. 2, hal. 189; Hafizh Shalahuddin Ulai, setelah menyalin argumen lemah oleh Dzahabi, ia menyatakan “Satu-satnya usaha di sini adalah menentang untuk penentangan, dan tidak ada satupun argumen yang valid.”; Ahmad bin Muhammad bin Siddiq Hasani Maghribi, dari Kairo, menyusun sebuah buku yang luar biasa berjudul Fath al-Mulk al-Ali bi Sihah Hadits-e-bab-e-Madinat al-`Ilm untuk membuktikan keaslian hadis di atas. Buku ini dicetak pada tahun 1354 di Matbul Islamiyah, Mesir. Diriwayatkan juga oleh Ibnu Adi dari Ibnu Umar, dan oleh Bazzar dari Jabir bin Abdillah Anshari; dan banyak lagi …

Referensi hadis Sunni: Shahih at-Turmudzi, jilid 5, hal. 201, 637; Ibnu Jarir Tabri mencatat hadis ini dan menulis bahwa, “Kami yakin hadis ini asli dan sahih.” (seperti yang dikutip Muttaqi Hindi di Kanz al-Ummal, jilid 6, hal. 401); Jami` ash-Saghir oleh Jalaluddin Suyuthi, jilid 1, hal. 170; juga dalam Jami` al-Jawami; ash-Shawa`iq al-Muhriqah oleh Ibnu Hajar Haitsami, bab 9, bag. 2, hal. 189.

Referensi hadis Sunni: Musnad Ahmad ibn Hanbal, jilid 3, hal. 136; jilid 5, hal. 26.

Referensi hadis Sunni: Kanz al-Ummal oleh Muttaqi Hindi, jilid 6, hal. 398.

Referensi hadis Sunni: Fadha`il `ash-Shahabah oleh Ahmad bin Hanbal, jilid 2, hal. 647, hadis 1100; al-Isti`ab oleh Ibnu Abdul Barr, jilid 3, hal. 39; Manaqib oleh Khawarizmi, hal. 48; at-Tabaqat oleh Ibnu Sa`d, jilid 2, hal. 338; ar-Riyadh Adzirah oleh Muhibuddin Thabari, jilid 2, hal. 194; Tarikh al-Khulafa oleh Jalaluddin Suyuthi, hal. 171.

Referensi hadis Sunni: at-Tabaqat oleh Ibnu Sa`d; Tarikh al-Khulafa oleh Jalaluddin Suyuthi, hal. 171; ash-Shawa`iq al-Muhriqah oleh Ibnu Hajar Haitsami, bab 9, bag. 3, hal. 196; Ibnu Asakir.

Referensi hadis Sunni: al-Awsat oleh Tabarani.

Referensi hadis Sunni: Tarikh al-Kabir oleh Bukhari (penulis Shahih), jilid 1, bag. 2, hal. 6; Fadha`il `ash-Shahabah oleh Ahmad bin Hanbal, jilid 2, hal. 646, hadis 1.097; al-Mustadrak oleh Hakim, jilid 2, hal. 352; Tarikh al-Khulafa oleh Jalaluddin Suyuthi, hal. 171; al-Isti`ab oleh Ibnu Abdul Barr, bagian mengenai kata 'ayn', jilid 2, hal. 462; jilid 3, hal. 39; at-Tabaqat oleh Ibnu Sa`d, jilid 2, hal. 338. Ia juga meriwayatkan bahwa Umar berkata, “Ali adalah hakim kami.”; Tahdzib at-Tahdzib oleh Ibnu Hajar Asqalani, jilid 1, hal. 84; Majma' az-Zawa`id oleh Haitsami, jilid 9, hal. 116; ar-Riyadh an-Nadhirah oleh Muhibuddin Thabari, jilid 3, hal. 213.

Referensi hadis Sunni: Hilyat al-Awliyya oleh Abu Nu`aim, jilid 1, hal. 65.

Referensi hadis Sunni: Kanz al-Ummal oleh Muttaqi Hindi, jilid 1, hal. 392; Hilyat al- Awliya oleh Hafizh Abu Nu`aim; Nuskatah oleh Abu Ahmad Faradi.

Referensi hadis Sunni: al-Khasa`is al-Alawiyyah, Nasa`i; al-Mustadrak oleh Hakim, jilid 3, hal. 112; Dzahabi dalam Talkhis al-Mustadrak-nya telah mengakui bahwa ucapan itu asli; Musnad Ahmad ibn Hanbal, jilid 5, hal. 40.

Referensi hadis Sunni: al-Ishabah oleh Ibnu Hajar Asqalani, jilid 4, hal. 568; Tahdzib at-Tahdzib oleh Ibnu Hajar Asqalani, jilid 7, hal. 337-338; Fath al-Bari oleh Ibnu Hajar Asqalani, jilid 8, hal. 485; Tarikh al-Khulafa, oleh Suyuthi, hal. 124; al-Itqan oleh Suyuthi, jilid 2, hal. 319; ar-Riyadh an-Nadhirah oleh Muhibuddin Thabari, jilid 2, hal. 198; at-Tabaqat oleh Ibnu Sa`d, jilid 2, bag. 2, hal. 101; al-Isti`ab oleh Ibnu Abdul Barr, jilid 3, hal. 1107.

Referensi hadis Sunni: Fadha`il `ash-Shahabah oleh Ahmad bin Hanbal, jilid 2, hal. 647, hadis 1.098; al-Ishabah oleh Ibnu Hajar Asqalani, jilid 2, hal. 509; ash-Shawa`iq al-Muhriqah oleh Ibnu Hajar Haitsami, bab 9, bag. 3, hal. 196; al-Faqih wal Mutafaqih oleh Khatib Baghdadi, jilid 2, hal. 167; Tarikh al-Khulafa oleh Jalaluddin Suyuthi, hal. 171; ath-Thabaqat oleh Ibnu Sa`d, jilid 2, hal. 338; al-Isti'ab oleh Ibnu Abdul Barr, jilid 3, hal. 40; ar-Riyadh an-Nadhirah oleh Muhibuddin Thabari, jilid 3, hal. 212; adz-Dzaka`ir al-Uqba oleh Muhibuddin Thabari, hal. 83.

Referensi hadis Sunni: Shahih Baihaqi; Musnad Ahmad ibn Hanbal; Syarh ibn Abu al-Hadid, jilid 2, hal. 449; Tafsir al-Kabir, oleh Fakhruddin Razi. Ketika menafsirkan ayat mubahalah, jilid 2, hal. 288, ia menulis bahwa hadis ini hasan dan sahih; Ibnu Batah meriwayatkannya sebagai hadis yang berasal dari Ibnu Abbas sebagaimana yang dinyatakan dalam buku Fat'h al-Mulk al-Ali bi Sihah Hadits-e-bab-e-Maninat al-`Ilm, hal. 34, oleh Ahmad bin Muhammad bin Siddiq Hasani Maghribi. Di antara orang-orang yang mengakui bahwa Ali bin Abi Thalib adalah gudang rahasia-rahasia seluruh Nabi adalah sufi besar Muhyiddin Arabi, yang darinya Arif Sya`rani menyalin pernyataan ini dalam bukunya yang berjudul al-Yaqwaqit wa al-Jawahir (hal. 172, pembahasan 32).

Referensi hadis Sunni: al-Mustadrak oleh Hakim, jilid 3, hal. 122, yang mengatakan bahwa hadis ini berdasarkan penilaian Bukhari dan Muslim adalah hadis yang sahih; Dzahabi juga mencatat dalam talkhis al-Mustadrak dan mengakui bahwa hadis ini sahih berdasarkan penilaian dua orang Syekh itu; Khasa`is oleh Nasa`i, hal. 40; Musnad Ahmad ibn Hanbal, jilid 3, hal. 32-33; Kanz al-Ummal oleh Muttaqi Hindi, jilid 6, hal. 155; Majma' az-Zawa`id oleh Haitsami, jilid 9, hal. 133.

Referensi hadis Sunni: Tarikh al-Khulafa oleh Jalaluddin Suyuthi, hal. 173.

Referensi hadis Sunni: al-Mustadrak oleh Hakim, jilid 3, hal. 112, yang menulis bahwa hadis ini merupakan hadis sahih menurut penilaian dua orang Syekh (Bukhari dan Muslim). Artinya bahwa rangkaian perawi dianggap sahih sebagaimana yang dinilai Bukhari dan Muslim.

Referensi hadis Sunni: Tarikh al-Khulafa oleh Jalaluddin Suyuthi, hal. 33 (Sejarah Kekhalifahan, diterjemahkan oleh Major Barrett).

Referensi hadis Sunni: al-Mustadrak oleh Hakim, jilid 3, hal. 112.

Referensi hadis Sunni: al-Mustadrak oleh Hakim, jilid 3, hal. 112.

Referensi hadis Sunni: Biografi Nabi oleh Ibnu Hisyam, jilid 1, hal. 245.

Referensi hadis Sunni: Tarikh ath-Thabari, jilid 2, hal. 65.

Referensi hadis Sunni: Tarikh oleh Khatib Baghdadi, jilid 4, hal. 333.

Tidak ada komentar: