Rabu, 05 September 2007

tafsir al-baqarah ibnu arabi

Prilaku Penghianat


“Yaitu orang-orang yang melanggar perjanjian Allah sesudah perjanjian itu teguh, dan memotong apa yang telah diperintahkan Allah (kepada mereka) untuk menghubungkannya dan membuat kerusakan dimuka bumi. Mereka itulah orang-orang yang rugi.”


Ayat ini masih menjelaskan tentang predikat orangn-orang kafir, orang fasik dan orang-orang munafik. Mereka memiliki karakter yang sangat jelas, yaitu sikap untuk terus menerus melanggar komitmen yang sudah disepakati bersama, bahkan memiliki kecendrungan untuk memutuskan jalan bagi berlakunya perintah-perintah Allah, dengan suatu kepentingan, agar struktur dunia ini hancur, buni ini gonjang ganjing, dan bahkan pada akhirnya sejarah mencatat mereka sebagai golongan orang-orang yang ememtik kerugian besar.

Dalam perjalanan batin kita menuju kepada Allah, senantiasa muncul nafsu-nafsu untuk melanggar aturan-aturan dunia samawat (langit), yang sesungguhnya telah jadi kesepakatan dan kita teguhkan dizaman “azali” dulu, bahwa kita senantiasa akan berselaras dengan Perjanjian Ilahiah (‘Ahdullah) ketika itu. Tetapi orang yang tertutup hatinya oleh kegelapan duniawi, yang ditegakkan oleh ambisi dan nafsu, maka Perjanjian Ilahiah tertutup dari jati diri kita, rahasi batin kita, sehingga justru nafsu itu ingin mengabaikan aturan-aturan Ilahiah yang murni dan hakiki.

Allah memberikan gambaran, bahwa kecendrungan itu akan mengakibatkan kerusakan dubia dan bumi ini, karena manusia melanggar kekhalifahan dirinya, yaitu jabatan yang telah diberikan Allah dalam “konstitusi ruhani” dialam ‘azali dulu.

Kekhalifahan yang tercerabut, akhirnya memunculkan “kekhalifahan semu” yang emnjadi alat penghancur bumi, alat kefasikan dan kemunafikkan, alat dunia lahiriah dengan segala daya tariknya. Ayat ini sekaligus menjadi penghantar bagi “jabatan” kekhalifahan manusia itu sendiri, yang sesungguhnya setiap manusia adalah khalifah. Kekhalifahan hanya bias mawjud manakala seseorang benar-benar menjadi hamba Allah, hamba dalam kefanaan dirinya, fana’ul fana’ dan baqa’ bersama Allah. Itulah bagian dari kekhalifahan sufistik, dimana pelanggaran-pelanggaran atas wilayah ruh yang bersumber dari wilayah amr seringkali dipotong oleh kefasikkan-kefasikan jiwa kita.

Ayat selanjutnya menegaskan :

“Bagaimana kamu bisa kafir kepada Allah, sedangkan kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kami, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkannya kembali, kemudian kepada-Nyalah kamu dikembalikan ?”

“Dialah Allah yang menjadikan segala yang ada dibumi untuk kamu dan dia berkehendak menuju langit, lalu dijadika-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.”


Sebelum ada kehidupan didunia ini, semula kita ini mati. Lalu dihidupkan kembali oleh Allah SWT. Allah mematikan lagi, lalu menghidupkan lagi akhirat nanti. Kemudian semuanya kita kembali kepada Allah.

Kealpaan manusia untuk kembali kepada Allah semakin ditebalkan oleh hijab dengan ciptaan-ciptaan. Padahal, sesungguhnya ada tujuh lapisan cahaya, tujuh lapisan jiwa dan lapisan-lapisan dalam alam samawat lainnya, yang sangat erat hubungannya dengan makna spiritual. ---(ooo)---

Tidak ada komentar: